Monday, August 27, 2007

Minyak, Gas, dan Keledai!

Semua orang seperti tersadar. Negara kita sebagai anggota OPEC yang pengekspor minyak telah menjadi kelompok OPIC (I=Importers). Lalu minyak pun menjadi sumber masalah karena untuk mengadakannya, khususnya, minyak tanah akan membutuhkan Rp Triliunan untuk mensubsidi. Subsidi pun menjadi momok setiap tahun bagi pembuat kebijakan.

Lalu direncanakan (katanya ada proses perencanaan, tapi saya tak yakin) proses konversi minyak tanah ke gas elpiji, khususnya bagi ekolem, poor people. Namun yang terjadi justru keributan (Headlines Kompas, 27.08.07). Rakyat antre gas, tapi gas gak ada. Rakyat kembali mencari minyak tanah, katanya sudah ditarik dari peredaran. Lalu mau apa kita? SUngguh memilukan.

Sementara gas tidak tersedia, minyak tanah langka, lalu muncul pula berita bahwa "Proyek Pipa Gas Trans ASEAN Diteken Oktober" (Media, 25/08/07). Gila apa? Sudah kekurangan gas di dalam negeri karena diekspor tiada henti ke Jepang, Taiwan dan Korea, sekarang mau bikin lagi trans asean. Jangan lupa berjuta-juta kaki kubik gas kita juga sudah di ekspor ke SIngapura via Batam (Panaran).

SEmentara bangsa asing yang tidak punya sumber daya alam telah kita "subsidi" rakyatnya dengan gas kita (ingat dengan mengirimkan gas alam -LNG- atau lewat pipa, kita secara pasti merongrong daya saing kita sendiri), kita justru berantakan.

Lalu apa kebijakan pemerintah? Juga bagaimana dengan kesenjangan gas antara si kaya di Menteng dan beberapa apartemen yang sudah mendapat distribusi gas pipa dengan sangat murah, sementara rakyat jelata sengsara karena kekosongan supply.

SUngguh ironi! Sementara minyak dan gas menjadi bencana, BPH Migas dan Ditjennya malah berseteru dengan sempurna sehingga Sang Menteri harus menegur Dirjennya (Media 25/08/07 p.13)

Lalu apakah kita manusia indonesia atau keledai? Akh kita bukan keledai, karena keledai tidak mau masuk lubang yang sama dua kali. Kalau kita manusia Indonesia, bisa berkali-kali.

Hmm, maafin aye.

ES

Wasit karateka saja dihajar, apalagi pembantu rumah tangga!

Malaysia betul-betul sudah kebangetan dalam menjalankan misi kehidupan. Meski sama-sama manusia, mereka tidak tahu diri dan menganggap orang Indonesia tidak setara, sehingga bisa dihajar seenak perutnya. Perlu keseriusan nasional -pemerintah, swasta dan masyarakat- untuk menyikapi sebenar-benarnya.

Saya jadi ingat dengan salah satu tulisan saya di Majalah Forum 24/4/05 lalu:

http://kolom.pacific.net.id/ind/eddy_satriya/artikel_eddy_satriya/untung_malaysia_semakin_angkuh.html



Semoga berguna.

Monday, August 13, 2007

Gedung MK: Katanya Krisis, Kok bangun gedung hampir Rp 200 M




Mungkin banyak orang yang gak tahu, tiba-tiba Mahkamah KOnstitusi telah punya gedung seharga hampir Rp 200 M.

Apa gak gila ini negeri. Untuk PNS gajinya di encrit-encrit, tapi untuk gedung dihambur-hambur. Mari prihatin, mari krisis, mari membangun gedung baru. Sementara masih banyak gedung pemerintah atau hasil ambil alih dari kebangkrutan yang dibiarkan menganggur. mEMANG EDAN TEUNAN.

Wassalam,

ES




Friday, August 10, 2007

Pakar TI, APa yang kau cari?

Gonjang ganjing pemberitaan tentang Lagu Kebangsaan Indonesia raya yang dimulai dengan kehebohan penemuan rekan saya Roy Suryo cs menunjukkan bahwa kita komponen bangsa ini memang belum memahami kondisi bangsa yang sudah bisa dikatakan "dying" atau sekarat.

Semoga berbagai kejadian menyadarkan anda, dan kita semua bahwa mengutamakan kepentingan nasional dan orang banyak memang jauh lebih mulia dan penting dibanding dengan kepentingan pribadi semata.

Wassalam,

ES