Thursday, December 29, 2011

Harga Ilmuwan Indonesia

MAKANYA JADILAH DOSEN ATAU PROFESOR YANG BENAR. ITU JAUH LEBIH MUDAH DARI PADA ANDA MERASUK, MASUK DAN MEMBUAT TAMBAH SEMRAWUT INSTITUSI LAIN..! Hari ini saya dengar juga gedung PAU ITB disegel. PRIHATIN!!

 =========== Inggried Dwi Wedhaswary | Selasa, 27 Desember 2011 | 08:36 WIB

http://edukasi.kompas.com/read/2011/12/27/08362254/Harga.Ilmuwan.Indonesia KOMPAS.com

Sebanyak 183 dosen tetap Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengancam mogok mengajar, akhir Oktober 2011. Ancaman itu dilontarkan karena pihak yayasan tidak juga merealisasikan pembayaran gaji tetap. Perlu diketahui, jumlah gaji tetap tersebut sama dengan upah minimum Provinsi NTB, yakni Rp 950.000. Pada kenyataannya, menjadi dosen hanyalah persoalan bagaimana saya menjalani hidup dan bukan bagaimana saya mencari uang. Pada saat yang sama, dari Jakarta dikeluhkan, gaji ilmuwan hanya sepertujuh dari Malaysia atau seperseratus dari Jepang. Menanggapi kecilnya gaji ilmuwan, pemerintah menyatakan bahwa jumlah itu seharusnya diterima. Sebab, memang tidak ada rencana kenaikan. Dua kasus di atas memberikan gambaran tentang rendahnya penghasilan seorang ilmuwan. Jika menilik Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, untuk menjadi dosen, seseorang haruslah menamatkan strata dua, memiliki sertifikat sebagai pendidik, dan berada di bawah naungan institusi pendidikan.

 Untuk memenuhi kualifikasi tersebut, seseorang harus menempuh pendidikan yang tidak singkat dan seleksi formal yang sangat ketat. Dengan kata lain, tidaklah mudah. Akan tetapi, jika direfleksikan dalam sistem sosial, penghasilan itu menempatkan ilmuwan dalam satu kelompok dengan para buruh pabrik atau pekerja informal. Apa yang sesungguhnya terjadi di tengah-tengah masyarakat kita? Seberapa jauh sistem perundangan mampu mengakomodasi kepentingan para agen ilmu pengetahuan? Pendapatan Di negeri ini, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah dosen di PTN dan PTS sekitar 130.000 orang. Jumlah itu terdiri atas 70.000 dosen PNS, 50.000 dosen PTS, dan 10.000 dosen yang tak tercatat. Pendapatan mereka bervariasi berdasarkan institusi, jabatan fungsional, pengalaman kerja, dan pendidikan. Jika pendapatan dosen PTN mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 13 juta, dosen PTS jaraknya lebih sempit, yakni Rp 500.000 hingga Rp 3 juta. Sementara itu, dosen yang berlindung di bawah institusi pendidikan partikelir telah hidup di antara jumlah satuan kredit semester (SKS) dan kebaikan yayasan.

Berdasarkan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, tepatnya pada Pasal 72 Ayat 2 dinyatakan, dosen wajib mengajar 12 hingga 16 SKS. Apabila satu SKS dihargai Rp 50.000, si dosen hanya akan mendapatkan penghasilan Rp 600.000 hingga Rp 800.000 per bulan. Apabila dibandingkan dengan para profesional di bidang lain, tentu angka tersebut terlihat "njomplang". Hal itu karena produk yang dihasilkan para dosen tidak bisa dikalkulasi secara kuantitatif. Contohnya, prestasi para profesional di bidang perbankan, manufaktur, penjualan, dan jasa dapat dilihat dari neraca rugi laba, keluar-masuk barang, dan kurva penjualan. Sementara itu, seorang dosen hanya menghasilkan produk rencana proses pembelajaran (RPP), bahan ajar, modul, buku, dan makalah. Produk itu tidak memiliki korelasi dengan kenaikan jumlah mahasiswa atau berujung pada kenaikan pendapatan pengelola perguruan tinggi.

Paling banter, dalam banyak kasus, gelar seorang dosen dijadikan untuk ”menakut-nakuti” para calon pengguna. Setelah itu, dosen hanya mewah di dalam kampus, tetapi merana di luar. Faktor penghambat Berdasarkan fakta di atas, ada dua faktor penghambat sehingga ilmuwan di Indonesia tidak berkembang.

Pertama, mekanisme perundang-undangan yang ada tidak melindungi kepentingan dosen. Baik UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen maupun UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak menentukan standar kehidupan yang layak bagi seorang dosen. Apalagi, UU tersebut sekaligus menegaskan bahwa dosen tidaklah berlindung di bawah UU Ketenagakerjaan. Diasumsikan, dosen bukanlah pekerjaan yang sudah pasti menuai penghasilan yang memadai. Pada kenyataannya, menjadi dosen hanyalah persoalan ”bagaimana saya menjalani hidup” dan bukan ”bagaimana saya mencari uang”. Ketika dunia digerakkan dengan mesin, dan segala-galanya diukur dengan uang, semangat ”menjalani hidup” itu hanya akan menjadi idealisme konyol di tengah gurita materialisme dan hedonisme.

 Kedua, sistem sosial tidak memberikan ruang bagi kesejahteraan dosen. Pada era 1980-an, konsep pragmatisme perguruan tinggi dilaksanakan melalui rumusan link and match. Ini hanya akan menjadikan dosen sebagai pelatih yang mempersiapkan anak didik sebagai pekerja tanpa memiliki dimensi kreatif. Pada era 2000-an, konsep pragmatisme itu diperbarui melalui pencanangan universitas riset. Dibayangkan bahwa dosen akan menghasilkan inovasi produk, tetapi pada kenyataannya inovasi itu telah diambil alih oleh lembaga-lembaga swasta yang memiliki dana lebih besar dan respons lebih cepat. Pada era perdagangan bebas, ketika perguruan tinggi asing dapat dengan mudah masuk di Indonesia, perguruan tinggi telah bergerak lebih praktis dengan cara mendudukkan dosen sebagai pekerja. Sistem operasi perguruan tinggi telah menyamakan diri dengan sistem waralaba produk rumah tangga. Sistem lemah Gambaran di atas menunjukkan lemahnya sistem perundangan dan sistem sosial kita dalam melindungi kepentingan kaum ilmuwan.

Dengan kata lain, kita tidak sekadar butuh ilmuwan yang mampu menghasilkan produk yang bisa dijual, tetapi juga sistem sosial yang dapat diandalkan untuk kehidupan para ilmuwan. Pada kenyataannya, ilmuwan masa kini adalah orang pintar yang tidak dibutuhkan masyarakat. Pepatah Jawa, kebo bule mati setra, kerbau putih mati di lapangan. Kerbau putih adalah hewan yang sangat khusus karena hanya dimiliki oleh kaum bangsawan, tetapi harus mati karena tidak ada yang merawat. Ilmuwan telah menjadi komunitas asing yang kehilangan para penyokongnya.

 SAIFUR ROHMAN Pengajar Filsafat; Menetap di Semarang

Monday, December 26, 2011

Bandara Ngurah Rai Amburadul


Suasana di Bandara Ngurah Rai, 21 Dec 2011 around 11pm

Cukup lama tidak ke Bali, membuat saya tidak tahu bahwa Bandara Ngurah Rai sedang giat2nya mempercantik diri melalui penambahan berbagai kapasitas seperti Terminal dan fasilitas lainnya menunjang ekonomi lokal maupun nasional. Tentu saja sektor Pariwisata kembali menjadi primadona di pulau Dewata tersebut. Memang cukup ironi, ketika daerah lain tidak mendapat perhatian yang layak untuk pengembangan berbagai fasilitas pariwisata, Bali justru semakin mempercantik diri melalui penambahan berbagai kawasan untuk hiburan dan resort, termasuk berbagai pembangunan hotel besar dan kecil.

Kesenjangan memang menjadi musuh laten pembangunan, dimanapun.

Sayangnya berbagai pembangunan dan perbaikan fasilitas di Bandara Ngurah Rai ini tidak diikuti oleh kemudahan yang tetap memberikan kenyamanan kepada pengunjung pulau ini. Saya sendiri merasakan betapa jauhnya perjalanan harus dilakukan dari gerbang ke datangan dalam negeri (domestik) menuju lokasi parkir kendaraan. Beruntung tanggal 21 Desember lalu saya memberikan potongan tanda terima bagasi kepada porter. Biasanya semua bagasi saya bawa sendiri, hitung2 untuk olah raga setelah penat duduk di dalam pesawat. Suatu hal rutin yang sering saya lakukan sebagai alternatif sehat beraktivitas. Namun karena kedatangan sudah cukup larut di Bali, hal itu tidak saya lakukan.

Perjalanan sangat jauh, setelah sampai di terminal Internasional, kami masih harus berjalan jauh kurang lebih ada 300 meter menuju lokasi parkir. Akibatnya, banyak ibu2 yang menggendong anak mengomel. Begitu juga calon penumpang dari arah berlawanan, bercarut-carut melanjutkan gerutuan betapa pegalnya kaki mereka. Belum lagi calon penumpang yang tidak memperhitungkan sebelumnya, terpaksa berlari-lari takut terlambat melakukan proses check-in.

Tempat parkir penjemputan juga terlihat sangat berantakan. Kurang banyak petugas yang mengatur orang-orang yang akan memasukkan bagasi ke dalam mobilnya. Tidak jarang saya mendengar bunyi klakson bersahutan. "Ini lumayan pak, tadi siang ada yang berantem!" kata porter yang saya membantu saya menjelaskan bahwa tadi siang saat jam sibuk banyak orang yang berantem karena rebutan maupun karena mobilnya tertabrak mobil lain.

Saya memperkirakan, management Angkasa Pura di bandara Ngurahrai tidak merencanakan secara akurat proses design dan pelaksanaan proyek. Mereka terkesan malas mencari alternatif yang efisien dan meringankan penumpang termasuk penjemput dalam memanfaatkan fasilitas bandara. Mereka mungkin juga tidak pernah melakukan uji coba bagaimana susahnya membawa belasan sampai puluhan kilogram bagasi untuk jarak cukup jauh dan fasilitas yang belum bisa maksimal. Lajur untuk mendorong bagasi dengan menggunakan cart harus bergabung dengan lajur yang digunakan pejalan kaki. Akibatnya jika tidak hati2 bisa saja terjadi kereta dorong itu menabrak kaki pejalan kaki seperti malam itu saya saksikan. Beruntung tidak terlalu keras sehingga orang yang tertabrak hanya meringis sambil bilang "hati2 dong dorong nya".

Singkat kata, proses konsultasi dan pelaksanaan Construction Management dalam keproyekan di Bandara Ngurah Rai ini harusnya bisa lebih baik, jika pengelola bandara mau. Dan tentunya jika pemkot dan pemprovnya peduli akan penumpang yang sudah membayar cukup mahal akan fasilitas yang mestinya ia peroleh.

Saturday, December 17, 2011

Pers Kita: Sekali Merdeka, Merdeka Sekali!

Masih adakah KPI berfungsi? kok cara pemberitaan begini bisa dipublish ya...sekali merdeka merdeka sekali..itulah pers kita.


http://us.detiknews.com/read/2011/12/13/143105/1790026/10/istri-kanit-reserse-tidur-tanpa-celana-dalam-kemudian-difoto-pelaku

Jakarta - Istri Kanit Reserse, EK (44), dalam laporannya ke Polres Depok sempat mengaku difoto oleh pelaku saat mengalami pelecehan seksual. Rupanya di malam kejadian itu, kebetulan EK tak menggunakan celana dalam.

"Keterangannya, waktu tidur, korban dalam keadaan nggak pakai celana dalam. Bolak-balik difoto," kata Kapolres Depok, Kombes Pol Mulyadi, dalam jumpa pers di Polres Depok, Depok, Jawa Barat, Selasa (13/12/2011).

Mulyadi mengatakan saat pelaku mendatangi rumah korban, EK tengah tidur dalam posisi telungkup. Tiba-tiba pelaku datang dan menyergap EK. Mata dan mulut EK dilakban dan tangannya diikat. Pelaku lalu membalikkan tubuh EK dan melakukan pelecehan seksual.

"Kaki korban dibuka dan difoto berulang kali. Korban tahu karena ada suara jepretan kamera dan cahaya kamera," jelasnya.

Pelaku lalu melakukan oral ke bagian alat vital korban. Setelah itu, pelaku kembali memfoto alat vital korban.

"Korban sempat berusaha merapatkan kakinya. Tapi dibuka paksa pelaku. Lalu dioral dan bolak balik difoto," ungkap Mulyadi


(gus/vit)

Teleworking vs Refoms

Seyogyanya pegawai swasta+PNS yg bisa bekerja dg broadband access dari rumah diberi rewards karena membantu mengurangi kemacetan. Bukannya di punish dan digalakkan pakai finger print access yg justru pengadaannya miliaran rp per kantor. What da ya think?

Finally, Is it bad or worse?

Segan atau menjauhi...?

Minggu lalu aku Jumatan di suatu tempat. Ada seorang mantan Menteri, tempat di sampingnya kosong atau dikosongkan saya tidak tahu. Kenapa yah di tempat ibadahpun orang masih memperlakukan seorang berbeda dengan yang lain. Aku duduk saja di sampingnya. pertanyaanku dalam hati. Orang pada segan/takut atau menjauhi? Au ah...?

New Tech and Innovation versus Old Tool.


New Tech and innovation still needs old tools, anyway. A proof of poor design screws up our life!

Thursday, December 15, 2011

Sawang Sinawang!

Terkaget kaget diberi tahu tadi jam 7malam kalau ada MRT broken. Akibatnya perjalanan ke Changi terganggu. Untung tidak jadi naik kereta. Sampai di imigrasi diskusi sama petugas. Dijawabnya "Lagi? Semakin buruk !" Ternyata kita tidak perlu terlalu takjub sama tetangga, dan selalu ikut latah mencaci negeri sendiri. Semoga berarti. 

Sunday, October 16, 2011

Walks the talk...! [its much more important]

Inilah komentar saya disalah satu wall seorang teman Dosen ITB yang baik atas link yang dikirimkannya.

 " Maaf renny. Isi tulisan sy setuju 200%. Tapi ngapain pak SSB belasan thn jadi dirjen di dikti? Bukankah itu salah satu jalan pintas yg ia sebutkan, sekarang stlh tidak menjabat dia mungkin baru sadar, betapa ia bisa saja telah bekerja -mungkin- tidak dgn hati. Saya lebih dan sangat salut kpd orang atau pure dosen dan peneliti spt kawanku ini. Dari pada, maaf, belasan dosen profesor doktor itb rame2 masuk birokrasi cari jalan pintas. Beribu maaf, yg penting itu walks the talk. Sudahlah negeri sudah carut marut, tidak perlu berkoar. Lebih baik berbuat dan bekerja dg hati tadi. Maaf pak SSB, for this one I would never agree with hundreds of lecturer that sacrifice their own students, campus, and the field they have chosen themselves. Kalau perlu munculkan suara forum rektor, agar akademisi tdk hrs malu menolak tawaran jd wamen dan mengotori kaki dan hati mereka masuk birokrasi yang sangat jauh berbeda kebatinannya dan "kehatian"nya dg kampus. AmI too strong? I've to, to safe my almamater from humiliating result!"

 Adapun link nya berisikan kutipan artikel yang ditulis mantan Dirjen Dikti yang juga dosen ITB. Ringkasan kutipannya sbb:

 "KUTIPAN : Tentu dibutuhkan suatu daya tahan mental yang luar biasa untuk dapat menekuni suatu pekerjaan secara terus-menerus selama puluhan tahun, praktis selama hayat dikandung badan. Hal ini hanya mungkin apabila seseorang bekerja dengan hati sehingga dia mencintai pekerjaannya. Berbagai kendala akan dapat diatasi kalau kita bekerja dengan hati, bahkan kendala ekonomi sekalipun. Memang tampaknya perlu ada suatu pergeseran paradigma dari paradigma lama bahwa seseorang melakukan pekerjaan ke paradigma baru bahwa seseorang bekerja. Dengan bekerja, terjadi integrasi antara pelaku dan kegiatannya sehingga dapat diharapkan terjadinya bekerja dengan hati di mana bekerja tidak mengenal batasan waktu dan tempat. Mereka bekerja sepanjang waktu secara konsisten di bidangnya, karena untuk menemu-kenali suatu fenomena ilmiah memerlukan suatu kerja keras dalam waktu sangat lama. Demikian juga untuk memperoleh suatu inovasi memerlukan upaya yang sangat intensif dalam waktu yang panjang."

 Sebalik... Bekerja dengan Hati cetak.kompas.com Satryo Soemantri Brodjonegoro ---

Thursday, September 01, 2011

How many more Sir?

 ‎"It was fascinating to be there..." begitulah komentar sang reporter. Tanpa rasa bersalah akan hancurnya sebuah rezim dan runtuhnya pemimpin Islam yang berani menyatakan "No" kepada pemimpin negara barat. Yang pasti Kolonel ini sudah "diincar" dari dulu. Terlepas kontroversi ttg Kadhaffi, entah berapa lagi negara Arab akan hancur oleh perang saudara atas nama demokrasi. So, we got to be careful folks!! especially you "damned smart idiot leaders!"


Want to see the video, pls click it here!



Monday, August 29, 2011

Rhenald Kasali: Moratorium Bukan Solusi - MEMANG BUKAN!

Kayaknya expert satu ini juga asal "ngebacot" gak ada analisis dan data yang mumpuni yang digunakan, atau malah nostalgia ketika menjadi staf khusus Mendag dulu yang kerjanya juga jalan2 ke luar negeri. Ketika di China sempat saya lihat dia juga jalan2 malam hari, padahal besoknya ada rapat dan seminar besar. Dosen mending jadi dosen yang baik aja di kampus, gak usah ikut cawe2 di birokrasi dan malah membuat tambah runyam urusan. Regards, ES =========================================
Senin, 29/08/2011 12:46 WIB Kontroversi Moratorium PNS Rhenald Kasali: Moratorium Bukan Solusi

Deden Gunawan - detikNews
http://www.detiknews.com/read/2011/08/29/124640/1713201/159/rhenald-kasali-moratorium-bukan-solusi#queryString#

 Jakarta - Selama ini pengeluaran negara banyak terkuras untuk gaji pegawai (PNS). dalam APBN 2012 saja alokasi anggaran untuk belanja pegawai mencapai Rp 215,7 triliun. Angka ini meningkat Rp 32,9 trilliun atau 18 % dari pagu APBN sebelumnya (2011), yang besarnya Rp 182,9 triliun. Beban APBN makin berat, sebab pemerintah juga merencanakan menaikkan gaji pokok PNS, TNI, Polri dan pensiunan rata-rata 10 % pada 2012. Selain itu pemerintah tetap memberikan gaji dan pensiun bulan ke-13 bagi PNS, TNI, Polri dan pensiunan. Kondisi ini semakin parah ketika pertumbuhan ekonomi di sejumlah daerah tidak mengalami pertumbuhan. Sehingga beban pemerintah daerah lebih banyak terserap untuk belanja pegawai. Bukan untuk belanja modal. Akibatnya banyak pemda yang mengalami kebangkrutan lantaran anggarannya habis untuk bayar gaji pegawainya. Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan ada 124 Pemerintah Daerah yang terancam bangkrut gara-gara PNS. Untuk mengatasi masalah tersebut tercetuslah sebuah gagasan untuk melakukan moratorium atau penghentian penerimaan PNS. Langkah ini diharapkan bisa mengirit anggaran yang selama ini jumlahnya selangit. Tapi persoalannya, apakah cara ini bisa benar-benar menghemat anggaran negara. Atau justru berdampak lain terhadap daerah atau masyarakatnya? Berikut petikan wawancara Deden Gunawan dari detik+ dengan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali : Pemerintah mewacanakan akan melakukan moratorium penerimaan PNS. Apakah cara ini akan efektif menghemat APBN? Saya rasa moratorium bukan sebuah solusi untuk menghemat anggaran. Sebab yang jadi persoalan adalah ketidakefektifan dalam penyerapan belanja negara untuk belanja pegawai. Akibat anggaran lebih banyak dialokasikan untuk para PNS yang tidak produktif. Sementara untuk PNS yang produktif sangat minim. Harusnya diteliti dulu di bagian mana banyak terserap anggaran belanja pegawai. Setelah dipetakan, pemerintah kemudian memangkasnya di pos yang kurang produktif tersebut. Ketimpangan inilah yang membuat pengeluaran dan pemasukan negara dari kinerja pemerintahan tidak seimbang. Dana lebih banyak untuk belanja pegawai dibanding pemasukan. Jadi moratorium itu harus dianalisa dulu secara seksama supaya tidak kontraproduktif. Berarti moratorium PNS itu tidak akan berpengaruh terhadap penghematan anggaran negara? Saya rasa tidak. Sebab perekrutan PNS baru sangat penting sebagai upaya penyegaran. Yang jadi masalah itu justru atasannya PNS yang kerjanya sudah tidak produktif lagi. Kalau regenerasi sangat penting karena tenaga-tenaga muda sangat dibutuhkan. Mereka lebih menguasai teknologi atau IT sehingga bisa meningkatkan produktivitas. Sementara PNS yang sudah tua selain gagap teknologi juga banyak yang tidak produktif lagi. Rusaknya PNS itu sebenarnya mulai terjadi sejak era reformasi. Di era ini banyak PNS yang bersifat tenaga kontrak untuk administrasi. Cara ini dilakukan untuk mem-backup pimpinan PNS yang tidak produktif Harusnya yang perlu dibenahi para pimpinan yang tidak produktif ini. Sementara PNS muda yang melek IT dan belum terkontaminasi dipromosikan jabatannya. Jadi menurut saya moratorium itu kurang efektif menghemat anggaran. Malah bisa menimbulkan masalah lain. Apa masalah lain yang akan timbul dari moratorium tersebut? Masalah akan timbal dari dua sisi, yakni internal dan eksternal. Untuk internal, jika tidak ada penerimaan PNS baru bisa berakibat tidak adanya regenerasi. Padahal faktor usia bisa menentukan produktivitas. Sedangkan dari eksternal, dikhawatirkan akan terjadi gelombang politik yang akan dimainkan oleh para politisi. Sebab kalangan muda sangat potensial untuk digerakan demi kepentingan politis. Jadi moratorium itu tidak perlu dilakukan? Memang ada baiknya tidak menerima PNS. Tapi kalau tidak sama sekali akan menimbulkan risiko yang juga lebih besar. Jadi sebenarnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah perampingan dengan memperhatikan downsizing dan right-sizing di tiap-tiap pos pemerintahan. Dari pengamatan atau kajian bapak sebenarnya apa yang menjadi penyebab borosnya anggaran belanja pegawai? Penyebab borosnya anggaran belanja pegawai karena sistem penggajiannya yang tidak beres. Gaji PNS kecil sementara variable income diberikan kepada pejabat yang pegang posisi. Jadi patokan income berpatokan pada proyek. Dalam setiap pemberian proyek ada income-nya. Jadi anggaran itu lebih banyak tersebar untuk proyek-proyek pegawai. Misalnya, ketika membangun suatu jembatan pegawainya disertakan untuk survei, guru dilibatkan untuk sertifikasi, pejabat jalan-jalan ke luar negeri lihat pameran dengan alasan survei. Yang ikutan banyak, setidaknya 10-40 orang. Mereka diberi fasilitas dan uang saku yang tidak sedikit. Kegiatan-kegiatan inilah yang membuat anggaran membengkak. Jadi bukan karena gaji mereka anggaran belanja pegawai jadi besar. Tapi belanja untuk kegiatan yang tidak perlu yang membuat anggaran membengkak. Jadi apa solusi untuk menghemat anggaran dari belanja pegawai? Kalau wacana moratorium itu memang diperlukan. Tapi itu sebatas shock therapy saja sehingga masyarakat tidak menggantungkan cita-cita dengan menjadi PNS saja. Namun yang juga harus dilakukan mengukur dampak politisnya. Sebab anak-anak muda ini merupakan target pemilih potensial. Mereka akan jadi incaran politisi yang berebut jabatan. Selama ini ada anggapan di masyarakat bahwa menjadi PNS merupakan kebanggaan keluarga. Bagaimana untuk merubahnya? Memang tidak dipungkiri di sejumlah daerah yang tidak ada kegiatan ekonominya, banyak anak muda yang berupaya menjadi PNS. Alasannya, kalau tidak jadi PNS tidak bergengsi. Padahal paradigma itu sebuah kemunduran. Contohnya saja di Sumatera Barat, saat ini banyak anak mudanya yang tidak lagi tertarik untuk merantau. Mereka lebih banyak berharap menjadi PNS. Sehingga sekarang ini sangat jarang anak-anak muda di sana yang mau berdagang atau usaha lain. Akibatnya mereka menjadi beban negara. Contoh lainnya di Pulau Buru. Di sana sebenarnya punya potensi untuk bisnis. Misalnya lobster, pangan. Tapi karena tidak dikelola dan dirangsang dengan baik, para pemuda di sana lebih memilih bersaing ikut Pilkada atau menjadi tim sukses dari para calon Pilkada. Berarti peran Pemda sangat dibutuhkan untuk mengubah paradigma jadi PNS sebagai tujuan? Betul. Harusnya menggalakkan program-program entrepreneurship. Misalnya lewat dinas pertanian, peternakan , perikanan, maupun pertambangan. Masing-masing Pemda harus menggalakkan kegiatan entrepreneur di daerah masing-masing. Sehingga masyarakat usia kerja bisa tertarik berusaha dibanding jadi PNS. Dengan cara seperti itu diharapkan kaum muda bisa menjadi entrepreneur yang bisa menggerakkan kegiatan ekonomi di daerahnya masing-masing. Kalau sudah begini, pelan-pelan belanja pemerintah untuk pegawai berkurang. Malah bisa jadi gaji PNS akan besar karena sudah jarang yang minat jadi PNS karena lebih memilih berbisnis. Saat ini selain moratorium, pemerintah sudah menjalankan program pensiun dini di sejumlah instansi. Kira-kira mana yang lebih efektif untuk penghematan anggaran? Kalau saya lebih setuju diterapkan pensiun dini. Sebab dampak politiknya dapat diukur. Selain itu dengan pensiun dini bisa menyaring PNS yang kurang produktif dan terkontaminasi, tidak disiplin, ketinggalam teknologi, cacat moral. Kalau perlu dirangsang supaya PNS yang sudah tua tapi tidak produktif ditawarkan uang pensiun yang tinggi. Cara seperti ini jauh lebih efektif dibanding melakukan moratorium PNS. (ddg/iy)

Sunday, August 21, 2011

Mobil Dinas Sebaiknya Diizinkan dipakai Mudik!





  • Terkutuklah pemimpin di negeri ini yang mencoba berpikir dan bertindak melarang atau mengharamkan kendaraan dinas terutama berupa minibus dan bus untuk dipakai oleh pegawainya [keluarga] sendiri pulang mudik. Sementara ia diam-diam menggunakan berbagai fasiitas negara selama ini untuk kepentingan diri sendiri, termasuk mobil dinas yang ia ganti plat merahnya menjadi hitam dengan membayar ke polisi [resmi KKN nya]!!!
    Yesterday at 16:13 ·  · 

      • Eddy Satriya bismillah, alhamdulillah, statusku ini akhirnya di enter juga!!
        Yesterday at 16:14 · 

      • Eddy Satriya cepat amat mas. saya sedih, di sebua propinsi ada pemda melarang, sementara PNS nya tunggang langgan nyari bus yang tuslah nya sudah melejit. sedangkan tukang jual jamu gendongan [maaf bukan diskriminasi dan melecehkan] naik fasilitas yang disediakan perusahaan.
        Yesterday at 16:16 · 

      • Hasna Hasby wah ewe kuda kmu
        Yesterday at 16:22 · 

      • Arif Api Bagusnya malah ada mudik bareng PNS make mobil dinas boss...
        Yesterday at 16:32 · 

      • Alfa Phil Mau beli mobil sendiri, nanti dituduh menuh2in jalan. Memang serba salah kalo jadi rakyat.
        Yesterday at 16:33 · 

      • Arif Api Karna mobil dinas itu dibiayai oleh uang rakyat, harusnya rakyat biasa juga bisa memakainya :)
        Yesterday at 16:36 · 

      • Firman Abdullah Bung yg bawa kenderaan dinas berarti belum punya mobil pribadi lebih bagus dari mobil dinas atau bahkan tidak punya mobil selain mobil dinasnya.....yg lainnya kan sudah punya land cruiser buat pulang lebaran....hehehe...
        Yesterday at 16:48 · 

      • Untung Sidi Slamet Hhhmmm,...
        Susah jadinya ya Om?

        Yesterday at 16:52 · 

      • Asfaril Muchsan Dua2 nya terkutuk untuk dilakukan....:)
        Yesterday at 16:55 · 

      • Syahdirman Tanjung Saya ikut berdoa semoga pemimpin tsb mendapat petunjuk yg benar ....
        Yesterday at 17:15 · 

      • Handojo Ojong Memang susah mengatur org yg banyak punya akal "bulus"
        Yesterday at 17:21 · 

      • Iyam Maryam Iya pak itu pemimpin mau enaknya sendiri dan bahagia melihat rakkyatnya sengsara, ya Alloh berilah mereka petunjuk ...
        Yesterday at 18:39 · 

      • Frans Thamura mentang2 ada plat merah, mau pake buat mudik... yang pasti semuanya terkutuk.
        Yesterday at 18:40 · 

      • Eddy Satriya saya hanya memulai untuk menyibak tirai kemunafikan. kalau pns pulang naik bus...kan ngajak pembantu juga dan tetangga toh rakyat kebagian semua...jauh lebih sehat dari pada naik motor lalu nyungsep di kolong truk atau bus kota..silakan berwacana! tks all....
        Yesterday at 18:57 · 

      • Frans Thamura naik motor = cari mati, tapi kalau mati satu, naik motor (alias bandel) gak apa2 masih ada 18juta lagi kan.. tiap tahun yang mati pulkam lebaran kecelakaan kan banyak. itu seperti "tradisi", khususnya yang bawa bayi dg motor pulang dari jakarta - jawa.
        Yesterday at 19:11 · 

      • Frans Thamura ‎@Asfaril, betul terkutuk, bangsat semua emang PNS sih susah, dilarang nyalain, terus tetap pake. huahua, dah akar dan turunan dari sananya bangsat
        Yesterday at 19:12 ·  ·  1 person

      • Frans Thamura ‎@Eddy, tukang gendong jamu, itu kerja keras dg halal, berapa banyak PNS yang halal. jadi emang PNS bagus juga naik bus lah.
        Yesterday at 19:13 ·  ·  1 person

      • Susanti Dewi Jadi pemimpin memang paling mudah mendzolimi..... :(
        Yesterday at 20:01 · 

      • Agus Nizami Iyalah ada toleransi sedikit. Jgn kejam2 amat. Sebagai anak PNS saya juga mengerti orang tua yg membawa anaknya jalan2/mudik dgn mobil dinas. Yg penting bensin oli beli sendiri. Apa harus korupsi biar punya mobil sendiri?
        Yesterday at 20:05 · 

      • Eddy Satriya Spt bung. Agus n dewi sampaikan, tetap diperlukan toleransi dan jgn sampai menzolimi rakyat kecil, meski pns sekalipun. Tks
        Yesterday at 20:14 · 

      • Soeprijanto Bambang Chie...chie.. Aku termasuk korbannya. Minibus kapasitas keluarga plus mitra terpaksa dipending dan beralih ke kereta api. Itu saja kalau dpt tiket. Kalau tidak ya bergilir lah.
        Yesterday at 20:18 · 

      • Agus Nizami Setahu saya gaji PNS itu pas2an untuk makan, kontrak/beli rumah, dan sekolah anak. Kalau pun ada yg bisa beli mobil sendiri kurang dari 10%. Kalau mobil dinas ditinggal di rumah, bisa jadi dicuri. Kalau naik bis/kereta api juga justru menyusahkan rakyat karena tiket kereta saja sudah banyak yg habis, bis juga orang berdesakan sampai masuk pintu jendela. Jadi harus toleran sedikit. Lagi pula banyak kok kasus korupsi baik di birokrat mau pun swasta (mis: suap, kickback, dsb) yg lebih parah dan harus diberantas.
        Yesterday at 20:25 · 

      • Nungki Iwan Setujuuuuuuuuuu sekaleeeeeee status mas eddy !!!! ..... Kenyataan memang demikian tuchhhhh :)
        Yesterday at 21:03 · 

      • Eddy Satriya Btul bung agus, aku gemas ada pemda yg melarang. Munafik dan sok suci.
        Yesterday at 21:52 · 

      • Setiadji N Achmad ini cerita lain,pernah liat di sebuah rumah,punya 2 mobil(dinas dan prinbadi),garasi cuma cukup 1..hehhe,yang ditaro diluar mobil dines..,kepanasan dan keujanan.,tapi gak banyak,ini cuma kebeneran ada ajah.met mudik pak....,mobil dinas,mobil pribadi tancep saja.yg penting merawatnya sama cintanya terhadap mobilpribadi.....
        Yesterday at 21:56 · 

      • Aryanto Qu EGP..Jalan terus pak.. Kafilah trs berlalu.. PNS jg RAKYAT yg jg dituntut BAYAR PAJAK..hehehe.. Salinglaah... Met Mudik buat smua..bagi yg pny THR..
        23 hours ago · 

      • Eddy Satriya Betul bung AQ, kita biasakan "membuka" wacana yang kontroversi dan ambil posisi, sehingga menjadi latihan dalam menjalankan tugas sehari-hari. insyaAllah olah pikir via FB ini sangat banyak memberi manfaat dalam decision making process, paling tidak bagi saya. kalau mau cari aman, yah diam ajah..siapa tahu ketiban duren runtuh yah...tks bro.
        23 hours ago ·  ·  1 person

      • Eddy Satriya Uda Firman Abdullah Bung, betul itu ha ha...,
        23 hours ago · 

      • Frans Thamura Pns dan anaknya membela diri, semua fasilitas kelas binatang di transportasi kita itu yg kerja siapa? Pns semua kan konspirasi dg politisi. Ngeluh gaji kecil, kekke, tapi itu yg milih masuk siapa? Pak eddy, pejuang tik yg kuat, kenapa jadi pns, ayo, uud pasti. Bullshit kalau pns bokkek, saya sudah 10 th kerja dg para pns, belum nemu yg bokek tuh, anjir anjiran
        23 hours ago via  ·  ·  1 person

      • Eddy Satriya frans memang bokek harus dibanggakan ha ha....alhamdulillah aku udah 20an kerja baru bisa beli mobil..itupun nyicil 3 tahun ha ha..., kalau kamu kan temanan sama yang kaya melulu, sama awak gak dilirik ha ha...btw, mhn dukungan masukan untuk ekosistem broadband yah..draft awal udah hampir kelar...gak pakai konsultan, gua kerjain sendiri ama teman kadin. nanti september kite undang lagi anda yah..biar bisa makan uang rakyat di hotel ha ha..
        23 hours ago · 

      • Setiadji N Achmad sy setuju sama bang Frans.....,
        23 hours ago · 

      • Taufiq Sembiring Sabar...sabar Edy. Mereka lagi menembak kaki mereka sendiri. There is no free lunch.
        23 hours ago · 

      • Frans Thamura Pnd, dosen, guru, itu kerja panggilan, bokek bukan alasan, tapi 3 area itu penuh kebusukan dinegara ini.

        Uang rakyat memang harus disia siakan dg alasan gaji kecil

        Dah tahu gaji kecil, pada ngantri jadi pns, geblek. Korupsinya halal sih plus solat, termaafkan

        21 hours ago ·  ·  1 person

      • Aryanto Qu PNS tidak sama dengan PEJABAT, PNS jg RAKYAT.. PEJABAT penindas RAKYAT.. Jadi....egp...hahaha..
        13 hours ago · 

      • Frans Thamura PNS level kasubid, kan specialisnya collect dana dan pungli :) silahkan check dair dirjen HAKI sampai dirjen mana. :)
        9 hours ago · 

      • Firman Abdullah Bung PNS. ...yg dapat mobil dinas adalah yg punya jabatan struktural......berarti yg punya kekuasaan....dan aturan yg melarang bawa mobil dinas utk pulang lebaran yang akan merasakan dampaknya adalah mereka yg berada di jabatan level bawah dan yg tidak nyolong ,dan sudah pasti tidak mampu punya mobil pribadi....,kalau yg pintar nyolong nggak perlulah bawa mobil dinas...jauh lebih enak pake mobil gres...jadi jangan menyama ratakan semua PNS....Pemerintah masih jalan krn adanya PNS yg kere kere ini..,yg terpaksa minjam mobil kantor buat pulang kampung Lebaran......tapi yg menikmati barangkali PNS seperti yang maksudkan Mister Frans....okelah selamat Lebaran ...mau pake andong,pake mobil umum,pake KA, atau numpang truk yg penting nggak pake kendaraan hasil nyolong......
        8 hours ago · 

      • Lili Amalia Pak Eddy, di kantor kami Direksi mengeluarkan kebijakan utk karyawan menggunakan fasilitas perusahaan yaitu mobil operasional utk keperluan pribadi pd saat libur dan tidak sedang digunakan perusahaan. Juga utk Lebaran, dan diprioritaskan untuk staf. Thanks BOD.
        7 hours ago · 

      • Eddy Satriya Mantap Uda Firman Abdullah Bung dan Lili, meskipun negara kita "makin amburadul" di era sekarang, mestinya yang punya kuasa jangan seenaknya mengeluarkan aturan apalagi menyangkut kemudahan buat staf atau level bawah, toh bus dan mini bus itulah "mobil mereka, mobi rakyat".
        A few seconds ago ·