Saturday, December 29, 2007

PGN didenda, MEMANG HARUS DEMIKIAN!

Pemerintah kali ini perlu mendapatkan acungan jempol karena melalui BAPEPAM-LK, akhirnya berani menjatuhkan sanksi berupa denda kepad PT.PGN tbk, yang dianggap telah salah menerapkan asas keterbukaan informasi dan diduga adanya "insider trading". PAdahal masalahnya adalah sepele, yaitu tidak berjalannya prose monitoring dan pelaporan pelaksanaan proyek SSWJ dengan baik dan benar. Mudah2-an bisa memberikan efek jera, dan sanksi serupa bukan bersifat pilih tebang.

ES
===============
Jumat, 28 Desember 2007 / http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0712/28/ekonomi/4103991.htm

Karyawan PGN Didenda Mantan Direktur Utama Dikenai Denda Rp 2,3 Miliar

Jakarta, Kompas - Beberapa karyawan dan mantan Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk WMP Simandjuntak dikenai denda oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Mereka didenda sehubungan dengan pemeriksaan terhadap kasus perdagangan saham PT PGN.
"Mereka melanggar Pasal 95 tentang perdagangan oleh orang dalam," kata Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany di Jakarta, (27/12). Pada Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas efek emiten atau perusahaan publik.
Pasal 104 mengatur, setiap pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 Ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
Yang terkena denda paling besar adalah mantan Dirut PT PGN WMP Simandjuntak, yakni sebesar Rp 2,3 miliar. Harga saham PGN melemah sebesar 23,36 persen dari Rp 9.650 per saham pada 11 Januari 2006 menjadi Rp 7.400 per saham pada 12 Januari 2007.
"Penurunan harga tersebut sangat erat kaitannya dengan press release yang dikeluarkan PGN sehari sebelumnya pada 11 Januari 2007. Di dalamnya dinyatakan terjadi koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, dari 150 MMSCFD (juta kaki kubik per hari) menjadi 30 MMSCFD," kata Fuad Rahmany.
PGN juga menyatakan ada penundaan gas in dalam rangka komersialisasi yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 menjadi Maret 2007.
Bapepam beranggapan, informasi dalam siaran pers tersebut sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGN sejak 12 September 2006.
Adapun informasi mengenai tertundanya gas in sudah diketahui juga sejak 18 Desember 2006. Dalam periode 12 September 2006 hingga 11 Januari 2007, ada orang dalam yang melakukan transaksi saham PGN.
Mutasi karyawan PGN
Informasi yang diperoleh Kompas menyebutkan, karyawan PGN yang dikenai denda oleh Bapepam akan dimutasi. Namun, Dirut PT PGN Sutikno yang dikonfirmasi membantah bahwa mutasi tersebut terkait dengan kasus tersebut.
Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyelidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan, ada sejumlah pertimbangan untuk menentukan besar kecilnya denda.
"Kami mempertimbangkan tanggung jawab, kemudahan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam dan pola transaksi," ujar Wahyu. Sesuai kewenangan Bapepam, penyidikan berhenti pada pelanggaran administratif, kasus itu tidak akan dibawa sampai ke tindak pidana.
Sementara itu, Menteri Negara BUMN Sofyan A Djalil menyatakan, sanksi tersebut diperlukan untuk mendisiplinkan para pelaku pasar, tidak hanya bagi PGN tetapi bisa menjadi contoh bagi yang lainnya. (DOT/OIN/joe)
--------------------
SUARA PEMBARUAN DAILY
28 des 2007 / http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/28/Ekonomi/eko06.htm

Karyawan PGN Dikenakan Sanksi

[JAKARTA] Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menjatuhkan sanksi administratif bagi sembilan orang dalam PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) terkait anjloknya saham perusahaan ini awal tahun ini. Total denda yang dikenakan ke sembilan orang karyawan dan mantan karyawan PGN mencapai Rp 3,178 miliar.
Keputusan itu disampaikan Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany, dalam keterangan tertulis, Kamis (27/12). Pada hari yang sama, usai rapat koordinasi di Departemen Keuangan, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Sofyan Djalil), mendukung sanksi yang diputuskan Bapepam-LK.
"Kita dukung. Itu kan keputusan Bapepam dan juga untuk mendisiplinkan pelaku pasar dan itu hal yang normal saja," kata Sofyan.
Bapepam-LK memutuskan mantan Dirut PGN WMP Simanjutak dikenakan denda sebesar Rp 2,33 miliar, Adil Abas sebesar Rp 30 juta, Nursubagjo Prijono sebesar Rp 53 juta, Widyatmiko Bapang sebesar RP 25 juta, Iwan Heriawan sebesar RP 76 juta, Djoko Saputra sebesar Rp 154 juta, Hari Pratoyo sebesar Rp 9 juta, Rosichin sebesar Rp 184 juta dan Thohir Nur Ilhami dikenakan denda sebesar Rp 317 juta.
Kasus itu berawal dari penurunan harga saham PGN di Bursa Efek Indonesia yang dulunya bernama Bursa Efek Jakarta sebesar 23,36 persen dari Rp 9.650 pada harga penutupan per 11 Januari 2006 menjadi Rp 7.400 per lembar saham pada 12 Januari 2007.
Fuad menjelaskan, penurunan harga saham itu sangat erat kaitannya dengan rilis yang dikeluarkan PGN sehari sebelumnya yakni 11 Januari 2007. Dalam rilis itu disebutkan terjadi koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan.
Selain itu, disebutkan juga bahwa tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007. Bapepam-LK menilai informasi yang dirilis itu yakni penurunan volume gas sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGN sejak 12 September 2006 sedangkan informasi tertundanya gas in dinilai sudah diketahui manajemen PGN pada 18 Desember 2006. [L-10]
Last modified: 28/12/07

Tuesday, December 25, 2007

Musik dan Anak Muda kita!

Menarik juga membaca opini Aa Ukon ttg industri musik Indonesia. Saya ingin melihat dari arah positif, bahwa justru saatnya sekarang kita bercermin kepada upaya anak-anak muda kita khususnya yang dengan modal dengkul sendiri (memang masih ada yang nebeng nama ortu) telah berhasil menunjukkan bagaimana harus berkarya, bekerja keras dan kemudian menikmati hasil usaha mereka dikala masih muda. Dari studio demi studio dengan berbagai duka, mereka terus berkarya sehingga akhirnya banyak muncul musisi2 muda meski dengan modal pas-2an termasuk tampang juga. tapi semua itu sungguh perlu justru diteladani banyak pihak termasuk orang dewasa yang masih banyak mengandalkan jurus KKN untuk maju dan mencari posisi, tidak banyak menyerap tenaga kerja dan terlalu sering munafik. Sekali lagi MUSIK SAAT INI TELAH MENJADI ALTERNATIF PALING BANYAK DAN PALING BAIK UNTUK MENGHIDUPI DIRI DAN KELUARGA, TERMASUK KELUARGA ORANG LAIN.

Meski banyak kekurangan, justru kepada anak musik lah (terutama yang muda) kita harus berkaca.

Bagaimana Bp Presiden, Bp Wapres dan seluruh pemimpin INDONesia?

Wassalam,

Eddy
====================
Laporan Akhir Tahun Bidang Musik & Film
Pikiran Rakyat, Bandung, 23/12/07

Selamatkan (Kualitas) Musik Indonesia!

Oleh UKON AHMAD FURKON

SEANDAINYA saat ini Harmoko masih menjadi Menteri Penerangan, boleh jadi dia tengah berpikir untuk kembali mengeluarkan peraturan sebagaimana pernah ia terbitkan pada dekade 1980-an, melarang peredaran lagu pop cengeng. Melalui tulisan ini kita tentu tidak sedang mempertimbangkan opsi larang-melarang yang tak punya tempat dalam peradaban budaya maju. Akan tetapi, bahwa lagu-lagu cengeng kembali meruyak dan semakin menguat dalam satu tahun terakhir, itu adalah fakta yang tak terbantahkan.
Homogenitas pilihan tema serta penggunaan kata dan kalimat yang miskin dan serampangan, begitu mudah kita temukan. Di banyak lagu, terhidang kata-kata tipikal seperti "maaf", "bintang", dll. Demikian pula dengan tema yang melulu cinta, terutama yang berkisah soal pupusnya harapan cinta, patah hati, cinta bertepuk sebelah tangan, ratapan akan datangnya seorang kekasih, atau malah lebih "menye-menye" lagi.
Rasa prihatin layak pula disematkan pada sisi musikalitas. Untuk mencoba eksis, sepertinya ada formula instan, yakni racikan musik melankolis dan mendayu-dayu. Kita tak habis pikir ketika suatu grup band yang telah membawa musik cengeng pada kadar yang semakin parah, dengan kualitas musikal dan vokal yang sangat pas-pasan, justru laku di pasaran.
Kita juga heran mengapa musisi sekaliber Melly Goeslaw dan Anto Hoed yang dulu sempat melahirkan karya-karya provokatif dan cerdas lewat grup Potret, kini terlihat begitu "ngejar setoran" lewat projek "jual tampang" bernama "Bukan Bintang Biasa" (BBB).
Apa yang tengah terjadi pada musik Indonesia? Apakah selera penikmat musik sedang terjerembab pada titik terendah, idealisme para musisi telah semakin terdegradasi, ataukah kuasa para pemilik modal tambah dominan dan semakin berorientasi uang?
Perangkap Siklus
Menyibak kembali lembaran sejarah, sepertinya perjalanan musik Indonesia terperangkap dalam suatu siklus. Di tahun 1970-an, musik kita sempat mencatatkan tinta emas dengan lahirnya karya-karya bermutu seperti "Badai Pasti Berlalu" garapan Eros Djarot dkk, projek Guruh Gipsy, "Ken Arok"-nya Harry Roesli, repertoar Yockie Soeryoparyogo bertitel "Musik Saya adalah Saya", hingga ajang Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) yang melahirkan musisi-musisi andal.
Namun, di era 1980-an musik kita tak kuasa membendung serbuan lagu mendayu-dayu. Dengan bantuan acara-acara musik di TVRI seperti Aneka Ria Safari, Selekta Pop, dan Kamera Ria, lagu-lagu seperti "Hati yang Luka" (Betharia Sonata), "Gelas-gelas Kaca" (Nia Daniaty), "Jangan Sakiti Hatinya" (Iis Sugianto), atau "Antara Benci dan Rindu" (Ratih Purwasih) mampu membius pasar musik. Pencipta lagu seperti Obbie Messakh, Deddy Dores, Rinto Harahap, dan Pance Pondaag pun mengecap popularitasnya.
Sampai akhirnya Harmoko yang menjabat Menteri Penerangan saat itu mengeluarkan kebijakan untuk membredel lagu-lagu cengeng seperti itu. Memasuki era 1990-an musik Indonesia mendapatkan angin segar. Saat itu bermunculan musisi-musisi berpendirian. Ketika ruang berkesenian masih dihantui represi, musisi saat itu justru mampu menempatkan album sebagai sarana berekspresi, berpendapat, dan punya posisi penting dalam kehidupan secara keseluruhan. Totalitas mereka berikan untuk melahirkan karya-karya yang bermutu, dari mulai konsep musik, lirik, artwork sampul album, hingga video klip. Begitu banyak eksplorasi hingga terlahir karya-karya yang bergizi.
Lantas, kita memiliki KLA Project dengan lagu-lagu cinta universalnya yang dalam dan menyentuh. Ebiet G. Ade, Iwan Fals, Swami, Slank, hingga Kantata Takwa dengan kontemplasi dan protes-protes sosialnya, juga sederet nama lain yang layak dibanggakan seperti Dewa 19, Gigi, hingga Padi.
Di Bandung, Pas Band menjadi inspirator lahirnya gerakan bermusik independen di tanah air lewat mini album legendaris bertitel "4 Through The Sap".
Menginjak awal milenium baru, sepertinya serbuan pop cengeng mendayu-dayu kembali mengencang. Begitu banyak pendatang baru yang hadir dengan pola seperti itu sampai akhirnya disempurnakan oleh kehadiran Kangen Band.
Kuatnya desakan untuk menebar ratapan cinta, bahkan menjebak Ahmad Dhani yang konon punya misi mencerdaskan selera musik Indonesia, untuk ikut melahirkan karya yang mulai terlihat picisan seperti yang terlihat pada projek "Munajat Cinta" bersama The Rock. Kencangnya tuntutan produser telah pula memaksa musisi sekaliber Iwan Fals untuk merelakan setengah sisi dari album "50:50" diisi oleh lagu-lagu jualan. Barangkali ini merupakan trik Iwan untuk sedikit berkompromi mengingat iklim musik yang tidak bersahabat. Namun, akan jauh lebih membanggakan jika Iwan mampu "istiqomah" dan kembali ke "khittah"-nya.
Beruntung, sepanjang tahun 2007 masih ada beberapa nama yang menawarkan titik cerah di tengah kesumpekan. Para musisi yang lebih senior boleh tertunduk malu karena titik cerah itu justru dihadirkan oleh penyanyi belia bernama Sherina lewat album "dewasa" pertamanya, "Primadona".
Berbeda dengan sebagian besar penyanyi, Sherina mencipta sendiri sebagian besar musik, lirik, dan aransemennya. Hasilnya, suatu karya out of the box, dengan sajian musik yang elegan dan lirik-lirik yang tidak pasaran.
Selanjutnya ada Padi yang kembali memberi pelajaran bagaimana cara bermain musik yang baik dan benar. Lewat album baru mereka, "Tak Hanya Diam", Padi mengusung sajian musik gemilang dengan lirik-lirik yang semakin menunjukkan kepedulian pada masalah-masalah sosial.
Beberapa album lain yang masih membangkitkan kebanggaan pada musik pop tanah air antara lain album "Hari yang Cerah" (Peterpan), "Peace, Love `n Respect" (Gigi), "Televisi" (Naif), "Free Your Mind" (Maliq & D`essentials), dan "Slow but True" (Slank).
Di jalur indie, dua jempol layak diberikan kepada band bernama Efek Rumah Kaca yang menelurkan album dengan titel yang sama. Lewat album tersebut, Efek Rumah Kaca menawarkan pilihan lirik dan nada yang atmosferik dan dalam. Ada lagu "Cinta Melulu" yang dengan jitu mengkritik kondisi musik Indonesia saat ini. "Di Udara" yang memberikan apresiasi pada perjuangan almarhum Munir, serta sederet lagu-lagu berkelas lainnya.
Peran Media
Terperosoknya kualitas musik Indonesia yang semakin kentara dalam satu tahun terakhir, bukan semata tanggung jawab musisi, penikmat, dan produser musik. Gugatan layak pula dialamatkan kepada media, baik cetak maupun elektronik. Mencerdaskan pasar musik, justru semakin rajin melakukan aksi pembodohan melalui acara-acara hiburan yang melulu mengobral gosip dan kehidupan pribadi artis.
Jika kita amati, dari puluhan acara infotainment yang saat ini eksis di televisi, tercatat hanya acara "Show Biz News" (Metro TV) yang mampu menjalankan perannya dengan baik. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan (kualitas) musik Indonesia, media punya andil besar.
Di tahun 2008, sinergi seperti itu semoga mulai menemukan bentuknya, terlebih infrastruktur musik semakin mendukung. Jaringan internet dan perkembangan teknologi digital menjadi modal penting bagi musisi untuk keluar dari tekanan para pemodal besar. Sementara itu, barcode PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi & Pencipta Lagu Republik Indonesia) yang mulai diberlakukan pada album musik yang mampu mengawasi hasil penjualan secara lebih presisi dan transparan, menempatkan musisi pada posisi yang semakin berdaya dalam tata niaga musik di tanah air. ***

Penulis, pemerhati musik, tinggal di Bandung.Penulis:

Tuesday, December 18, 2007

MUSIBAH STAF DEPLU..

Malang tak bisa ditolak, untung tak biswa diraih. Musibah adalah musibah, namun kita wajib menggali hikmah.
  1. Kalau benar pengendara kijang menyalip dari kiri...apa boleh buat, memang Tuhan sudah menetapkan takdir mereka pergi secara naas begitu. Wallahualam.
  2. Hal lain, sudah menjadi pengetahuan bahwa pelaksanaan SPPD saat ini memasuki masa transisi dari sistem lumpsum ke sistem at cost, dimana PNS pelaksana SPPD tidak bisa bebas menggunakan uang SPPD seperti dulu. sekarang mereka harus berdasarkan pengeluaran sesungguhnya hal mana yang mendorong mereka harus lebih baik pulang cepat dari pada menunggu sampai jadwal yang ada sesuai tiket. Karena mereka harus menanggung sendiri hotel dan ongkos lainnya.

Mungkin bisa menjadi bahan renungan bagi pengambil keputusan di REpublik Ini.

ES


====================================
Lima Anggota Staf Deplu Tewas di Pantura

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0712/18/utama/4088954.htm

Jakarta, Kompas - Lima anggota staf Direktorat Informasi dan Media Departemen Luar Negeri tewas dalam kecelakaan pada hari Senin (17/12) pukul 03.00 di Desa Santing, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Mereka sedang dalam perjalanan dari Nusa Dua, Bali, menuju Jakarta, seusai menghadiri Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim.
Ke-5 korban tewas adalah Darmadja (36), Tatang Santoni (36), Kusyono (43), Suryadi (39), dan Alif Suraji (40). Satu orang, yaitu Rasto, menderita luka berat dan masih dirawat di RS Polri Bhayangkara, Losarang, setelah menjalani operasi kemarin siang.
Menurut Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Indramayu Ajun Komisaris Jaman Asri, mobil Kijang kapsul nomor B 1195 PQ yang ditumpangi anggota staf Departemen Luar Negeri (Deplu) itu meluncur dari arah Cirebon menuju Jakarta. Tiba-tiba mobil menabrak tronton bermuatan pasir yang sedang diparkir di bahu jalan. Tronton dikemudikan oleh Yayat.
Juru Bicara Deplu Kristiarto Legowo menjelaskan, tiga jenazah disemayamkan di Gedung Nusantara, Deplu, sebelum diserahkan kepada keluarga masingmasing. Jenazah Kusyono diminta keluarga untuk dimakamkan di Kuningan, Jawa Barat, dan Darmadja di Depok, Jawa Barat.
"Kami sangat kehilangan dan berduka atas meninggalnya rekan kerja kami," kata Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Andri Hadi.
Pelepasan jenazah di Deplu dipimpin Menteri Negara KLH Rachmat Witoelar karena Menlu Hassan Wirajuda sedang berada di Laos. Hassan Wirajuda yang menerima kabar sempat berlinang air mata dan mengaku sangat kehilangan.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, Kusyono yang berada di balik kemudi menyalip dari sebelah kiri dan tidak bisa menghindari truk tronton yang diparkir di bahu jalan. Mobil pun menabrak truk.
Sumber di Deplu mengatakan, keenam anggota staf Direktorat Informasi dan Media itu sebenarnya telah memegang tiket pesawat untuk hari Sabtu pagi lalu. Namun, karena konferensi belum selesai, tiket mereka diundur hingga hari Selasa ini. Karena tidak ingin menunggu terlalu lama, mereka memilih naik mobil dari Nusa Dua menuju Jakarta.
Direktur Informasi dan Media Deplu Suhardjono sebenarnya sudah meminta mereka untuk menunggu sesuai dengan tiket pesawat yang tersedia, tetapi mereka mengatakan tetap ingin melalui jalan darat sekaligus bisa jalan-jalan. Di Surabaya, mereka sempat menelepon dan memberi kabar bahwa mereka selalu istirahat dan mereka baik-baik saja.
Kondisi mobil rusak berat, moncong bagian kiri melesak, kaca-kaca pecah, kursi di depan dan tengah pun berantakan. Kecelakaan terjadi di jalur pantura yang lurus, dan tak ada bekas pengereman ban. (NIT/FRO/RIE)

Buruknya DAya Serap Anggaran Negara...IYA...LAH!!

MEdia Indonesia, sekali lagi memperlihatkan "concern" nya terhadap daya serap APBN yang pada hilirnya berurusan dengan sektor riil dan ekonomi rakyat. Memang APBN sudah dirancang sebaik mungkin dengan segala kekurangannya. Namun praktek implementasinya sungguh memicu PNS dan birokrat untuk tidak produktif, karena sangat ketat dalam proses dan juga terjadinya pemotongan anggaran SPPD sejak Agustus 2007 di tengah jalan. AKibatnya, birokrat terbirit-birit harus menghabiskan anggaran yang tidak didukung dana perjalanan dinas sebagaimana biasanya. DItambah lagi adanya perlakuan baru SPPD "At COst" yang tidak merangasang PNS untuk bekerja sungguh-sungguh atau paling tidak banyak PNS lebih memilih tidak pergi keluar kota melaksanakan tugas karena masih terbiasa dengan pola SPPD yang lama.

Begitulah...kalau segala sesuatu dilakukan tanpa perhitungan dan analisis mendalam akan kelakuan orang Indonesia yang lebih baik mencari aman, dari pada masuk bui.

Salah siapa? HAnya rumput bergoyang yang bisa menjawab. Tapi hal ini sudah pernah saya bahas sebelumnya di:
http://kritiking.blogspot.com/2007/10/ridiculoushanya-40-apbn-terserap.html

Wassalam,

ES

====================================
EDITORIAL MEDIA INDONESIA 18 Des 07
http://www.mediaindonesia.com/editorial.asp?id=2007121722551006

Buruknya DAya Serap Anggaran Negara...


LAGI-LAGI terjadi anggaran negara hangus karena tidak terserap. Untuk tahun ini besarnya sekitar 10% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2007 atau jumlahnya mencapai Rp75,23 triliun.
Sebagian besar anggaran yang hangus itu adalah untuk membiayai belanja modal, dana alokasi khusus, dan sejumlah proyek infrastruktur. Misalnya, anggaran belanja modal sampai akhir November 2007 hangus 40% lebih. Contoh lain berbagai proyek infrastruktur yang didanai bantuan luar negeri pada 2007 dipastikan tidak akan terwujud.
Maka, di satu pihak negara menjerit sulit memacu pendapatan untuk memenuhi belanja negara, namun di lain pihak kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah sebagai pengguna anggaran ternyata membiarkannya hangus.
Salah satu faktornya ialah menyangkut batas waktu. Negara mestinya bisa melakukan terobosan, memperpanjang masa pembayaran anggaran proyek hingga Maret. Pada faktanya ada tenggang waktu yang vakum sejak batas akhir penerbitan surat perintah pembayaran langsung pada 14 Desember hingga mulai berlakunya tahun anggaran berikutnya.
Faktor lain birokrasi yang menyebabkan dana alokasi khusus (DAK) bagaikan bermain pingpong. Petunjuk teknisnya dikoordinasikan Menteri Dalam negeri. Adapun daerah penerima wajib mencantumkan alokasi dan penggunaannya di dalam APBD. Maka, dana alokasi khusus bisa bolak-balik antara Depdagri dan pemda. Belum lagi ditambah faktor berlarut-larutnya pembahasan APBD di DPRD. Tidak mengherankan jika salah satu penyebab tidak terserapnya anggaran adalah karena dana alokasi khusus,
yang juga menjadi penghambat munculnya perlawanan dari masyarakat. Sangat ironis, proyek infrastruktur ditolak masyarakat. Misalnya, pembangunan jalan tol terhenti lama hanya gara-gara ada pihak tertentu yang menolak jalan tol itu melintasi lahan miliknya.
Masalah pembebasan tanah menjadi penghambat pembangunan infrastruktur yang sangat fenomenal. Sudah pasti tidak ada harga tanah yang seberapa pun tingginya akan menyenangkan semua pemilik tanah. Pembangunan infrastruktur yang sangat penting bagi bergeraknya sektor riil dan pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi serta menciptakan lapangan kerja dikalahkan bahkan tunduk oleh kepentingan segelintir orang.
Pada titik itu patutlah mempersoalkan efektivitas kekuasaan pemerintah untuk menegakkan kepentingan umum tanpa menginjak-injak kepentingan privat. Sekurang-kurangnya, layak mempertanyakan sikap responsif pemerintah yang sigap dan cepat, misalnya dengan segera membawa persoalan pembebasan tanah ke pengadilan.
Yang sekarang cenderung terjadi membiarkan proyek terkatung-katung, bertahun-tahun. Tidak ada kepastian. Bila jalan perundingan gagal, mengapa menunda membawanya ke muka hukum?
Memang, tak ada lagi jalan pintas yang gampang bagi siapa pun yang memerintah. Tidak ada lagi pilihan main gusur. Bahkan, kepastian harga tanah yang telah disepakati, dan telah pula dibayar pemerintah, sesewaktu dapat dibatalkan secara sepihak dengan alasan yang dibuat-buat.
Buruknya daya serap anggaran negara hanyalah persoalan permukaan. Jauh di bawah kulit, sebagian bersemayam buruknya birokrasi, sebagian lagi bertengger buruknya sikap masyarakat terhadap kepentingan bersama. Itulah sebabnya, bangsa ini seperti jalan di tempat, bahkan untuk sejumlah hal berjalan mundur ke belakang.

Tuesday, December 04, 2007

Rasa Sayange vs Halo-Halo Bandung

Dear all and excuse me for writing in Bahasa Indonesia.

Pengalaman mengesankan saya alami lagi dalam suatu forum internasional baru-baru ini di Bali yang diadakan dari tanggal 28-30 November 2007.

Dalam salah satu dinner, host memberikan kesempatan tampil menyanyi bagi berbagai rombongan dari berbagai negara. Setelah selesai dari Thailand, Indonesia dan The Phillipines, sampailah giliran kawan-kawan dari Malaysia. MC meminta sekitar 5-6 orang peserta dari Malaysia untuk maju ke pangggung dan mendaulat mereka melakukan atraksi; bisa tari atau juga nyanyian. Seperti yang saya khawatirkan, dan juga bbrp teman dari Indonesia, mereka memang tampil dengan lagu favoritnye, yaitu "Rasa Sayang Sayange". Karuan saja saya saling mengedipkan mata dengan rekan lain dari Indonesia. Mereka dengan pintarnya menyuruh seluruh peserta untuk berdiri dan berputar-putar di arena untuk saling berpegangan bahu (maksudnya seperti main kereta api sewaktu kita kecil dulu). Sementara musik berirama "dance" mengalir dengan thema lagu Rasa Sayang Sayange, mereka terus mengajak orang untuk bersama-sama berputar di arena. Tapi...tak ada satu lirikpun tambahan keluar dari mulut mereka, seluruh rekan Malaysia ini, yang keluar selain kata kalimat "Rasa Sayang Sayange"...termasuk pas giliran harus menyanyikan lirik pantun setelah refrain. Alhasil....musik mengalir begitu saja. Melihat situasi demikian, saya putuskan untuk mengambil salah satu mikrofon dan terpaksa melantunkan "Halo-Halo Bandung" dengan lengkap (agak salah-salah sedikit lirik di bagian awal), hingga "sekarang telah menjadi lautan api/mari bung rebut kembali". Untungnya saya bisa menutup lagu halo-halo bandung dengan sebuah lagu jazz agak riang dan tetap berirama dance "Around the World" dan terus diiringi seluruh peserta dengan gerak berputar dan dance dengan riang gembira.

Nah..cerita ini saya maksudkan adalah sekedar mengungkapkan bahwa generasi muda Malaysia (40 th-an) kelihatannya sudah tidak punya rasa hormat yang pantas terhadap bangsa kita. Mereka yang sama sekali tidak bisa menyanyikan atau hafal dengan baik lagu tersebut, dengan begitu saja (seperti robot) mau melaksanakan apa yang menjadi trend di negerinya secara politik ataupun keinginan untuk meninggikan derajat negara mereka thd negara lain, jika perlu diluar nalar mereka.

Mengapa ini bisa terjadi? Mungkin ini memang perlu diteliti oleh rekan2 sosiolog di negeri kita, dan mau kemana sebenarnya hubungan antar dua negara ini mau diarahkan; baik oleh SBY atau Badawi. Hal ini semakin memprihatinkan jika terus dibiarkan. Jelas...secara sistematis Malaysia punya maksud-maksud kurang baik terhadap bangsa kita dalam tataran implementasi. Dalam tataran diplomasi, bisa saja hal itu ditutup-tutupi.

Mungkinkah kita bisa bersatu....Akh..Memang
Malaysia Semakin Angkuh!

Info: dalam acara di Bali tersebut, kejadiannya di pantai Jimbaran, tanggal 29 Nov 2007 malam jam 20.00an; disaksikan bbrp teman dari developing country lain seperti Nepal, Pakistan, India, Afghan, Tibet, Indonesia, dan juga bbrp teman dari BUMN di Indonesia.

Ini sungguh pengalaman pribadi saya kedua dengan "Malezia". Sebagai info, tulisan saya di forum tsb telah dibahas secara cukup serius oleh mereka-mereka orang malaysia di seluruh penjuru. maaf, tidak untuk bermaksud menyombongkan diri, tapi sekedar pengetahuan bisa dilihat di THREAD INI SILAKAN KLIK DISINI.
Wassalam,

Eddy