Tuesday, December 18, 2007

Buruknya DAya Serap Anggaran Negara...IYA...LAH!!

MEdia Indonesia, sekali lagi memperlihatkan "concern" nya terhadap daya serap APBN yang pada hilirnya berurusan dengan sektor riil dan ekonomi rakyat. Memang APBN sudah dirancang sebaik mungkin dengan segala kekurangannya. Namun praktek implementasinya sungguh memicu PNS dan birokrat untuk tidak produktif, karena sangat ketat dalam proses dan juga terjadinya pemotongan anggaran SPPD sejak Agustus 2007 di tengah jalan. AKibatnya, birokrat terbirit-birit harus menghabiskan anggaran yang tidak didukung dana perjalanan dinas sebagaimana biasanya. DItambah lagi adanya perlakuan baru SPPD "At COst" yang tidak merangasang PNS untuk bekerja sungguh-sungguh atau paling tidak banyak PNS lebih memilih tidak pergi keluar kota melaksanakan tugas karena masih terbiasa dengan pola SPPD yang lama.

Begitulah...kalau segala sesuatu dilakukan tanpa perhitungan dan analisis mendalam akan kelakuan orang Indonesia yang lebih baik mencari aman, dari pada masuk bui.

Salah siapa? HAnya rumput bergoyang yang bisa menjawab. Tapi hal ini sudah pernah saya bahas sebelumnya di:
http://kritiking.blogspot.com/2007/10/ridiculoushanya-40-apbn-terserap.html

Wassalam,

ES

====================================
EDITORIAL MEDIA INDONESIA 18 Des 07
http://www.mediaindonesia.com/editorial.asp?id=2007121722551006

Buruknya DAya Serap Anggaran Negara...


LAGI-LAGI terjadi anggaran negara hangus karena tidak terserap. Untuk tahun ini besarnya sekitar 10% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2007 atau jumlahnya mencapai Rp75,23 triliun.
Sebagian besar anggaran yang hangus itu adalah untuk membiayai belanja modal, dana alokasi khusus, dan sejumlah proyek infrastruktur. Misalnya, anggaran belanja modal sampai akhir November 2007 hangus 40% lebih. Contoh lain berbagai proyek infrastruktur yang didanai bantuan luar negeri pada 2007 dipastikan tidak akan terwujud.
Maka, di satu pihak negara menjerit sulit memacu pendapatan untuk memenuhi belanja negara, namun di lain pihak kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah sebagai pengguna anggaran ternyata membiarkannya hangus.
Salah satu faktornya ialah menyangkut batas waktu. Negara mestinya bisa melakukan terobosan, memperpanjang masa pembayaran anggaran proyek hingga Maret. Pada faktanya ada tenggang waktu yang vakum sejak batas akhir penerbitan surat perintah pembayaran langsung pada 14 Desember hingga mulai berlakunya tahun anggaran berikutnya.
Faktor lain birokrasi yang menyebabkan dana alokasi khusus (DAK) bagaikan bermain pingpong. Petunjuk teknisnya dikoordinasikan Menteri Dalam negeri. Adapun daerah penerima wajib mencantumkan alokasi dan penggunaannya di dalam APBD. Maka, dana alokasi khusus bisa bolak-balik antara Depdagri dan pemda. Belum lagi ditambah faktor berlarut-larutnya pembahasan APBD di DPRD. Tidak mengherankan jika salah satu penyebab tidak terserapnya anggaran adalah karena dana alokasi khusus,
yang juga menjadi penghambat munculnya perlawanan dari masyarakat. Sangat ironis, proyek infrastruktur ditolak masyarakat. Misalnya, pembangunan jalan tol terhenti lama hanya gara-gara ada pihak tertentu yang menolak jalan tol itu melintasi lahan miliknya.
Masalah pembebasan tanah menjadi penghambat pembangunan infrastruktur yang sangat fenomenal. Sudah pasti tidak ada harga tanah yang seberapa pun tingginya akan menyenangkan semua pemilik tanah. Pembangunan infrastruktur yang sangat penting bagi bergeraknya sektor riil dan pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi serta menciptakan lapangan kerja dikalahkan bahkan tunduk oleh kepentingan segelintir orang.
Pada titik itu patutlah mempersoalkan efektivitas kekuasaan pemerintah untuk menegakkan kepentingan umum tanpa menginjak-injak kepentingan privat. Sekurang-kurangnya, layak mempertanyakan sikap responsif pemerintah yang sigap dan cepat, misalnya dengan segera membawa persoalan pembebasan tanah ke pengadilan.
Yang sekarang cenderung terjadi membiarkan proyek terkatung-katung, bertahun-tahun. Tidak ada kepastian. Bila jalan perundingan gagal, mengapa menunda membawanya ke muka hukum?
Memang, tak ada lagi jalan pintas yang gampang bagi siapa pun yang memerintah. Tidak ada lagi pilihan main gusur. Bahkan, kepastian harga tanah yang telah disepakati, dan telah pula dibayar pemerintah, sesewaktu dapat dibatalkan secara sepihak dengan alasan yang dibuat-buat.
Buruknya daya serap anggaran negara hanyalah persoalan permukaan. Jauh di bawah kulit, sebagian bersemayam buruknya birokrasi, sebagian lagi bertengger buruknya sikap masyarakat terhadap kepentingan bersama. Itulah sebabnya, bangsa ini seperti jalan di tempat, bahkan untuk sejumlah hal berjalan mundur ke belakang.

No comments: