Thursday, September 20, 2012

TIME IS TIME

Sering sekali saya membaca banyak rekan pejabat yang telat datang ke lokasi acara. Namun ngeles karena penyebabnya diluar kemampuan misalnya kereta telat, macet, atau bisa pesawat delay. Bukan kah masalah ini bisa diantisipasi. Kalau rapat, yang "teraniaya" hanya segelintir. Namun jika Pembukaan suatu acara besar di suatu kota atau Peresmian, jelas menganiaya banyak orang di kota itu. 

Mungkin kondisi ini perlu diperbaiki serius. Mudah sebenarnya, bisa datang jauh lebih awal dan banyak yang bisa dilihat serta terhindar dari stress, atau kecelakaan hingga foreider yang nabrak kanan kiri. Jika mau, untuk pengguna pesawat, datang h-1 atau malam sebelum acara. Sekedar berbagi pagi ini. Selamat libur "Pilkadal"!

Wednesday, September 19, 2012

Sebenarnya kasus century itu mudah

Memang, kasus century itu sangat mudah dipahami dan dirasakan oleh orang-orang biasa saja. Tidak canggih-canggih amat. Sayangnya karena yang terlibat adalah institusi hebat dan orang-orang nya juga hebat akhirnya setelah dipolitisir jadilah kasus itu rumit dan seperti sangat kompleks.

Sekarang, kembalikan saja ke prosedur standard, misalnya bagaimana sebuah laporan harus disampaikan oleh seorang bawahan kepada atasan. Juga sebaliknya, bagaimana seorang atasan harusnya mencecar dan mengejar bawahannya untuk menjelaskan suatu permasalahan yang tidak bisa dinalar secara wajar. 

Juga jelas, ada pola pelaporan yang tidak sesuai dengan prosedur standar birokrasi. Hal ini memang harus dimaklumi, karena pemegang posisi kunci dan yang menghandle permasalahan ini bukanlah seorang birokrat tulen. Kebanyakan mereka tidak punya jam terbang cukup di birokrasi, tapi merasa proses dan prosedur birokrasi itu bisa ditekuk, bisa dilipat lipat seperti bayangan mereka.

Sekarang, setelah sekian tahun kembali diungkap. Semoga memang untuk kepentingan rakyat, bukan untuk segelintir orang. Baik politik maupun yang mengatasnamakan rakyat. 

Cukup sudah. Enough is enough.

Selamat libur pilkadal!

----


Kesalahan Bailout Century versi Jusuf Kalla  

TEMPO.COJakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan proses pengucuran dana talangan atau bailout senilai Rp 6,7 triliun untuk Bank Century tak transparan. Saat dana dikucurkan, tak ada pemberitahuan terlebih dulu kepada Presiden dan Wakil Presiden. "Saya tidak mengetahui dan ini memang misterius," kata Kalla dalam rapat dengan tim pengawas Century DPR, Rabu, 19 September 2012.

Menurut Kalla, saat dana talangan Century dikucurkan, Presiden sedang dalam kunjungan ke luar negeri. Sebagai wakil, Kalla pun bertanggung-jawab mengawal jalannya pemerintahan. Namun, dalam beberapa rapat, dia tak pernah diberitahu tentang rencana Bank Indonesia mengucurkan dana talangan. Bahkan, ketika uang akhirnya dikucurkan pada 23 November 2008, Kalla masih tidak diberitahu.

Dua hari berikutnya, pada 25 November 2008 pagi, dia bersama beberapa menteri di bidang ekonomi menggelar rapat. Saat itu tak ada bahasan tentang dana talangan untuk bank milik Robert Tantular. Barulah pada malam harinya dalam rapat terbatas yang dihadiri Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia, Boediono, dia diberitahu tentang dana talangan untuk Bank Century.

Kepada beberapa media, Sri Mulyani pernah menyatakan sudah memberitahukan pada Kalla pada 21 November 2008 melalui pesan singkat rencana bailout Bank Century. Namun Kalla membantah. Menurut Kalla, dia tak pernah mengetahui dan mendapat sms seperti dimaksudkan Sri Mulyani. "Saya sama sekali tidak tahui, padahal mereka rapat malam, dan itu dirahasiakan."

Kalla menuturkan, dalam rapat itu, Boediono dan Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah telah dirampok oleh Bank Century. "Makanya saat itu saya langsung perintahkan untuk menangkap pemilik bank bermasalah itu."

Tak hanya berang karena sudah ditipu oleh Robert Tantular yang tak melunasi kewajiban pada para nasabah, Kalla juga berang karena keputusan itu tak melibatkan dirinya. Padahal sebelumnya, dalam rencana pemberian talangan untuk Bank Indover, Kalla dengan tegas meminta pemerintah selektif untuk memberikan talangan.

Penggunaan Perpu Nomor 4 Tahun 2008, kata Kalla, juga tak bisa diterapkan untuk membenarkan pengucuran dana talangan. Alasannya, perpu yang dibuat untuk mencegah krisis ekonomi itu hanya bisa digunakan untuk menalangi bank yang berdampak sistemik. Sedangkan Century, berdasarkan keterangan Sri Mulyani dalam sejumlah rapat, tidak berdampak sistemik. "Keputusan ini jelas melanggar karena tidak ada dasar hukumnya."

Selain itu, Kalla juga menyebut skema pemberian dana talangan untuk Bank Century yang memakai sistem blanket guarantee juga melanggar. Alasannya, skema ini hanya bisa diberikan pada bank yang berdampak sistemik. "Inilah kesalahan mendasar sebenarnya."

Kalla mengatakan kesalahan utama dalam kasus Bank Century ini ada pada Bank Indonesia. Karena menurut dia, jika Komisi Pemberantasan Korupsi serius menuntaskan kasus Century, maka penyelidikan harus dipusatkan pada Bank Indonesia. "Kenapa BI melakukan blanket guarantee tanpa dasar? Saya saja di dalam tidak tahu soal itu."

----------
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, menilai kasus Bank Century adalah kasus misterius dan gelap. Karena, kasus tersebut dilakukan melalui operasi senyap yakni tidak memberikan laporan kepada presiden dan wakil presiden.
"Karena, operasi pemberian dana talangan ke Bank Century ini melalui operasi senyap sehingga menjadi masalah hingga saat ini," kata Jusuf Kalla ketika memberikan penjelasan pada rapat Tim Pengawas Bank Century DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.
Jusuf Kalla mengatakan kasus Century bermula ketika Bank Indonesia memberikan dana talangan ke Bank Century sebesar Rp 50 miliar pada 13 November 2008. Tapi, tidak memberikan laporan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kalla menyatakan tertarik pada persoalan pemberian dana talangan ke Bank Century ini karena menilai persoalan sangat besar. Tapi, dasar hukumnya tidak jelas.
Karena itu, Kalla yang saat itu menduduki jabatan sebagai wakil presiden mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani dan beberapa pejabat terkait lainnya untuk rapat di Istana Wakil Presiden pada 20 November 2008.
Pada rapat tersebut, Sri Mulyani dan pejabat lainnya menjelaskan akan terjadi krisis keuangan sehingga membuat dirinya marah.
"Saya bertanya kepada Sri Mulyani mengapa memberikan dana talangan ke Bank Century," kata Kalla.
Ia menambahkan Sri Mulyani saat itu menjelaskan dirinya mendapat laporan dari Bank Indonesia bahwa terjadi krisis Bank Century yang berdampak sistemik sehingga perlu memberikan dana talangan. Menurut Kalla, Sri Mulyani menyatakan dirinya ditipu oleh Bank Indonesia.
Kalla menjelaskan Bank Century adalah bank kecil. Sehingga kalau bank tersebut krisis, itu tidak akan menimbulkan dampak krisis keuangan.
"Kalau kondisinya tidak krisis dan diberikan bantuan dana talangan, itu artinya ada perampokan terhadap uang negara sehingga memerintahkan untuk menangkap pemilik Bank Century," katanya.
 -------
JAKARTA. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dana talangan Bank Century. Kalla mengaku tak pernah diundang dalam rapat pembahasan Bank Century pada 6 Oktober dan 9 Oktober 2008 lalu.

Rapat pada 6 Oktober 2008 silam membahas soal blanket guarantee. Rapat ini digelar di Sekretariat Negara dan dihadiri oleh pengusaha, gubernur, menteri dan pejabat negara.

Sedangkan, rapat 9 Oktober dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rapat ini membahas antisipasi dampak krisis ekonomi.

Kalla juga mengaku tidak pernah menerima laporan dari Bank Indonesia soal rencana pemberian dana talangan bagi Bank Century. Sebab, semula dia mengaku menerima laporan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa keaadaan ekonomi terkendali. "Semua lapor tidak ada masalah," kata Kalla dalam rapat dengan Tim Pengawas Bank Century DPR, Rabu (19/9).

Kalla baru mengetahui masalah seteelah ada laporan pada malam hari ini. Ketika itu, dia menerima ada krisis besar. "Saya marah sama mereka karena tiba-tiba Rp 2,5 triliun sudah hilang," tegasnya.

Saat itu, Kalla mengaku bahwa negara telah dirampok. Dia meminta pelaku perampokan itu ditangkap. Namun, Kalla mengatakan, permintaannya tidak pernah dipenuhi. Menurut Kalla, hal tersebut semakin misterius karena pemerintah diam saja saat uang negara Rp 2,5 triliun hilang.

Kalla menyarankan, Tim Pengawas Bank Century DPR memeriksa Bank Indonesia. Sebab, dia beralasan, Bank Indonesia yang mengelola dana talangan tersebut. "Saya tidak pernah mengatakan salah SBY karena dia diluar negeri," katanya.
Kasus Bank Century mencuat ketika krisis ekonomi 2008 terjadi. Karena takut berdampak sistemik, Bank Century yang hampir kolaps tersebut disuntik modal hingga Rp 6,7 miliar. Padahal, semula, Sri Mulyani mengaku hanya menerima laporan dana talangan sebesar Rp 637 miliar.


Sunday, September 16, 2012

Kronologi Keputusan Pailit Telkomsel versi Bisnis.com

Luar biasa, kalau benar kejadian PT. Telkomsel bisa dipailitkan karena ada masalah dengan PT. lain. Sungguh ini pengabaian dari yang berwenang, seperti direksi atau komisaris. Terbayang, masa-masa awal mendirikan PT. Telkomsel ini. Manakala kami membantu sebagai Sekretaris Dewan Komisaris Bp. Rahardi Ramelan. Ketika itu direksi terdiri dari Bu Koesmarihati, Hulman Sijabat, Rudiantara, Garuda S dan siapa lagi yah saya lupa. Semoga kondisi yang membuat pelayanan telekomunikasi bisa terganggu ini bisa dicarikan jalan keluarnya. Bagaimana Meneg BUMN yang bertanggung jawab dalam menentukan direksi dan komisaris? semoga tidak ada yang cuci tangan atau buang badan ya? Wassalam,

 ------------ TELKOMSEL DIPAILITKAN: INILAH KRONOLOGI TELKOMSEL VS PRIMA JAYA INFORMATIKA Sabtu, 15 September 2012 | 04:01 WIB JIBI

JAKARTA: Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) pailit dengan mengabulkan permohonan PT Prima Jaya Informatika. “Mengabulkan permohonan pemohon [Prima Jaya Informatika],” ujar hakim ketua Agus Iskandar, Jumat 14 September 2012. Hakim menyatakan bahwa Telkomsel terbukti memiliki utang jatuh tempo dan dapat ditagih serta adanya kreditur lain.

 Berikut ini kronologi sidang antara PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dan PT Prima Jaya Informatika. Sidang 1 Agustus 2012 Mantan pebulutangkis Rudi Hartono hadir di sidang Pada sidang perdana (1 Agustus) hadir mantan atlet nasional Rudi Hartono sebagai ketua Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) yang bekerjasama dengan pemohon.

 “Selain timbulnya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sekitar Rp5,3 miliar dan ancaman PHK karyawan, Prima Jaya mengalami kerugian imateriil berupa rusaknya citra di hadapan konsumen dan mitranya,” katanya. Menurut Rudi, ketidakpercayaan akibat pemutusan kontrak juga muncul dari para mantan atlet nasional yang selama ini disantuni melalui YOI. Mantan pemain bulutangkis itu menyayangkan sikap Telkomsel dan berharap langkah litigasi dapat menyelesaikan masalah. “Sebagai catatan, ini bukan program CSR [corporate social responsibility]. Kami bekerja supaya dapat untung dan ini tidak mudah,” ungkapnya.

 Prima Jaya merupakan mitra YOI dengan menyisihkan 30% pendapatan dari setiap penjualan produk untuk menyumbang para mantan atlet nasional pada 42 cabang olahraga. Menurut Rudi, olahragawan sebagai sosok “pahlawan” harus mendapat penghargaan dari pemerintah. Sidang Rabu 8 Agustus 2012 Versi Telkomsel PT Telkomunikasi Seluler (Telkomsel) menyatakan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa dengan PT Prima Jaya Informatika, distributor voucher isi ulang Kartu Prima, dan meminta pengadilan menolak permohonan pailit. Dalam sidang hari ini, Rabu (8/8/2012) kuasa hukum Telkomsel Warakah Anhar membacakan jawaban dan tanggapan atas permohonan pailit yang diajukan Prima Jaya (pemohon). Menurutnya, dalam perjanjian kerja sama antara termohon dengan pemohon terdapat klausul yang menyebutkan bila ada sengketa atau masalah di kemudian hari maka dilakukan musyawarah.

 “Jika musyawarah gagal menyelesaikan persoalan, maka perkara itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” katanya. Oleh karena itu, termohon menganggap Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara a quo. Perjanjian kerjasama itu menjadi muasal utang yang didalilkan pemohon. Jawaban Telkomsel pada intinya meminta pengadilan menolak permohonan pailit yang diajukan termohon atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pailit tidak dapat diterima.

 Versi PT Prima Jaya Informatika Permohonan pailit dengan nomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST itu diajukan oleh PT Prima Jaya Informatika, distributor voucher isi ulang Kartu Prima. Menurut kuasa hukum pemohon, Kanta Cahya, utang jatuh tempo dan dapat ditagih berasal tidak terpenuhinya penyediaan voucher isi ulang dan kartu perdana Kartu Prima yang bergambar atlet-atlet nasional. Dalam permohonan pemohon menyertakan PT Extent Media Indonesia sebagai kreditur lain, yang merupakan syarat bagi pengajuan pailit.

Kanta mengungkapkan utang termohon merupakan buntut dari pemutusan kerjasama secara sepihak yang menyebabkan operator telepon seluler itu tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengalokasikan voucher isi ulang dan kartu perdana kepada pemohon. Kontrak kerja sama itu bermula pada 1 Juni 2011 dengan ditandatanganinya dua perjanjian PKS.591/LG.05/SL-01/VI/2011 dan 031/PKS/PJI-TD/VI/2011.

 Intinya termohon menunjuk pemohon untuk mendistribusikan Kartu Prima voucher isi ulang dan kartu perdana prabayar selama 2 tahun. Kontrak itu menyebutkan bahwa termohon berkewajiban menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olahraga sedikit-sedikitnya 120 juta lembar yang terdiri kartu bernominal Rp25.000 dan Rp50.000. Adapun untuk kartu perdana prabayar, termohon terikat kontrak untuk menyediakan 10 juta kartu untuk dijual kepada pemohon. Dua surat pemesanan (purchase order/PO) oleh pemohon yakni pada 20 juni 2012 bernilai Rp2,6 miliar dan PO tertanggal 21 Juni senilai Rp3 miliar tak dipenuhi oleh termohon.

 Termohon menerbitkan penolakan melalui electronic mail tertannggal 21 Juni 2012 untuk merespon PO pertama. “Telkomsel belum bisa memenuhi permintaan alokasi tersebut,” ujar Kanta. Sidang 3 September 2012 Versi PT Prima Jaya Informatika Pemohonan mengungkapkan bahwa permohonan pailit sudah tepat sebab ada utang jatuh tempo dan dapat ditagih serta kreditur lain. “Jika belum jatuh tempo maka ke wanprestasi,” katanya. Sidang 5 September 2012 Saksi ahli bicara Saksi ahli dalam persidangan permohonan pailit PT Telkomunikasi Seluler (Telkomsel) menyatakan bahwa utang dalam perkara kepailitan harus dapat dibuktikan secara sederhana, tidak sedang dalam sengketa.

 Ahli hukum perikatan dan kepailitan Gunawan Widjaja mengatakan bahwa jika utang itu masih diperdebatkan seharusnya dibawa ke pengadilan negeri, baru setelah jelas sebagai utang maka dibawa ke pengadilan niaga. “Jika masih diperdebatkan maka tidak bisa dibuktikan secara somir [sederhana],” katanya dalam sidang hari ini (5 September). Kesaksiannya merupakan bagian dari sidang kepailitan yang diajukan oleh PT Prima Jaya Informatika terhadap Telkomsel. Sidang 14 September 2012 Majelis Hakim putuskan Telkomsel pailit Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) pailit dengan mengabulkan permohonan PT Prima Jaya Informatika. (Kabar24/api)

Sumber: http://m.bisnis.com/articles/telkomsel-dipailitkan-inilah-kronologi-telkomsel-vs-prima-jaya-informatika

Referensi lain: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/09/15/sidang-telkomsel-pailit-ada-rudy-hartono-hingga-bukti-foto-kopi/?ref=signin#comment