Wednesday, February 27, 2008

Even Peru can, why can't we?

























Alhamdulillah,
Oh God... I have never planned to visit Peru in such very near time. Yet, it happened. I landed in Lima International AIrport around 5 pm in a beautiful afternoon of Feb 24, 2008. Next morning, just to do my habits, I am already walk in one of a big park in the city of LIma, El Olivar Park. I am just amazed on how such 8 million populated city like Jakarta can manage to keep the green open space still available for its people. If the city of Lima can do it, why cant we? Why we just throw away all of such green open space and change it to buildings and buildings?
Oh..dear, right or wrong is my wrong country. CMIIW



Sunday, February 17, 2008

Rasa Kritis di titik nadir

Rasanya hari-hari ini kita dihadapka kepada berbagai situasi yang tidak mendukung. Nyaris tidak ada kemajuan yang dapat di lihat di grass root. Justru berbagai masalah muncul, nyaris tanpa tertahankan. Sebut apa saja. Kasus BLBI, tarik ulur pembatasan BBM yang sangat tidak intelek dan tidak ada perencanaan, makin bertambahnya nama-nama penyeleweng dana yayasan di BI meski mereka telah punya UU otonomi dalam mengelola moneter dan digaji sangat super jika dibanding PNS yang sama, dengan jam kerja yang juga sama, serta puluhan masalah di daerah yang tidak putus-putusnya. Baik masalah oleh alam dan sekitarnya, juga terutama oleh manusia. Mungkin untuk sementara kita perlu merenung dan menenangkan diri. Mencari akar permasalahan negeri ini. Bisa jadi akar permasalahan bangsa kita saat ini hanya satu, dua, atau tiga masalah besar saja.

Till here,

ES

Monday, February 04, 2008

Padahal rakyat sudah ingin lihat "Striptease"

Para elite negeri ini masih saling ribut dengan jalannya pemerintahan dan mengibaratkan dengan tarian poco-poco. Tidak puas, JK mengatakan itu lebih baik dari dansa-dansi sambil menjual murah gas tangguh ke China. Akhhhh...bapak dan ibu, padahal rakyat sudah pengin melihat "striptease" lho...yang jelas, transparan dan menyenangkan mereka. MAksudnya, pemerintahan yang bersih, transparan, melaksanakan good governance practices, dan tampil memikat dan meyakinkan. Andai boleh mengandaikan demikian.

Till here,

ES

======================

Kritikan atas “Poco-poco”
PDIP dan Pemerintah Bersikap Emosional

SInar Harapan, 2/2/08
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0802/02/nas01.html

OlehInno Jemabut/Tutut HerlinaJakarta–Kritikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kepada pemerintah seharusnya terarah tidak dengan sindiran, tetapi memberi alternatif kebijakan. Perdebatan yang ada cenderung emosional. Pemerintah dengan partai pendukungnya tak perlu terpancing emosi sehingga tak terjebak debat kusir yang menghabiskan energi.Demikian pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf dan dosen komunikasi politik Universitas Diponegoro (Undip) Triyono Lukmantoro yang dihubungi SH secara terpisah dari Jakarta, Sabtu (2/2), terkait dengan kritikan “poco-poco” Megawati yang dibalas Wapres Kalla dan fungsionaris Partai Demokrat.Maswadi mengatakan, polemik PDIP dengan pemerintah tak memberi pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. “Saya kira debat kusir yang satu bilang seperti poco-poco, lalu yang lain bilang dance, dihentikan. Itu tidak mendidik, apa substansi dari perdebatan seperti itu?” kata Maswadi.Cara kritik PDIP, jelas Maswadi, kurang menarik dan terkesan emosional, apalagi jika dikaitkan dengan masa lalu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai oposisi pemerintah, seharusnya kritikan Megawati konkret dengan bukti kelemahan pemerintah serta cara penanganan yang harus dilakukan. Mengkritik secara umum dengan menyindir tidak menyelesaikan persoalan karena pemerintah tentu tidak ingin dianggap semua kebijakannya salah.Meski demikian, katanya, ide dasar perdebatan PDIP dengan pemerintah adalah demokrasi tetapi implementasinya masih salah. “Seharusnya implementasinya itu yang substansial, bukan sikap emosional,” kata Maswadi.Triyono mengatakan pernyataan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akan membuat rakyat bodoh dalam berpolitik. Alasannya, perang pernyataan itu bersifat personal dan bukan substansial, sehingga permasalahan yang sebenarnya terjadi tidak tampak di permukaan. “Dampaknya buat rakyat adalah pihak yang memfavoritkan Yudhoyono akan berhadapan dengan yang memfavoritkan Megawati, tapi personal. Rakyat hanya disuguhi permasalahan personal bukan subtansi,” katanya. Menurutnya, sebagai sebuah partai yang memposisikan dirinya sebagai partai oposisi, PDIP memang punya kewajiban untuk melakukan kritikan terhadap pemerintah. Namun sayangnya, kritik yang sering dilontarkan tidak cukup mengena karena cenderung emosional dan personal. Ini hanya akan menjadi komoditas perang wacana di kalangan elite atas, sementara rakyat tetap terbelenggu dengan kemiskinan dan bencana alam. “Kalau mau bilang ekonomi belum merata jangan memberi metafora, yang tidak cukup kena. Ini saya melihat hanya pernyataan emosional Mega karena merasa dikhianati oleh Yudhoyono–Kalla dan mengalahkan dia jadi presiden. Pernyataan Mega ini menjadikan PDIP bukan partai oposisi tapi partai pengritik,” paparnya.Terima Secara WajarSementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Jumat (1/2), mengatakan, kritik yang disampaikan pada HUT ke-35 partainya terhadap kebijakan pemerintah seharusnya diterima secara wajar oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, bukan dengan emosi.“Kritik kami sebagai partai oposisi itu, tidak asal kritik, tetapi dengan data yang ada. Setidaknya (kritik) ini sebagai evaluasi, apakah kebijakan pemerintahan yang sekarang sudah sesuai dengan realitasnya dan sudah sesuai dengan janji-janji kampanye dahulu,” kata Tjahjo Kumolo.Apa yang disampaikan itu berdasarkan data, fakta, dan aspirasi rakyat yang semakin terjepit akibat harga kebutuhan pokok merangkak naik. “Jadi sekali lagi, mestinya kritik koreksi kami itu sebagai partai oposisi, harusnya diterima dengan wajar oleh pemerintahan SBY, bukan dengan emosi,” katanya.Tjahjo menambahkan jika cara penerimaan yang arif bijaksana, tentunya kritik koreksi ini bisa jadi bahan evaluasi, apakah kebijakan mereka selama ini sudah sesuai harapan, atau telah selaras dengan janji-janji kampanye. (ant)

MASIH NGOTOT BERIBUKOTA DI JAWA?

Courtesy Kompas 4/2/08


Masihkah kita ngotot beribukota di Jakarta atau di P Jawa? Sampai kapan kita semua insaf bahwa pengurukan (reklamasi) laut dan situ, penghancuran ruang terbuka, konversi lahan subur yang sangat cepat tingkatnya dibandingkan penghijauan dan lain-lain yang diperparah oleh tindakan BAR-BAR ber KKN dalam pemberian izin bangunan adalah penyebab utama banjir dan berbagai masalah tata ruang lainnya yang justru merepotkan manusia nya sendiri.

SAya gak setujut tuh kalau masalah banjir ini hanyalah disebabkan simple oleh masalah seputar banjir saja seperti ditulis Jubir PResiden dalam bukunya dari KM 0,0. Justru, daya tampung pulau jawa dan daya dukungnya sudah tidak bisa mentolerir lagi pergerakan dan urbanisasi manusia Indonesia ke Jawa. SUdah seharusnya ini semua dibalik.

Masih belum kapok? Detilnya mungkin bisa disimak di:
http://eddysatriya.blogspot.com/2007/11/memindahkan-ibukota-membangun-indonesia.html
atau
http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=149692

Wassalam,

ES

-----------------------

Benahi Transportasi ke Bandara Soekarno

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.02.04.01561685&channel=2&mn=2&idx=2

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO /

Calon penumpang pesawat terbang turun dari perahu karet di Km 26 Jalan Tol Prof Sedyatmo, yang dipergunakan untuk menjemput warga yang terhambat banjir di Gerbang Tol Kapuk saat menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta, Minggu (3/2). Senin, 4 Februari 2008 01:56 WIB
Jakarta, Kompas - Maskapai penerbangan mendesak pemerintah membenahi transportasi ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sebab, terputusnya tol bandara akibat banjir sering berulang, walau bandara kondisinya kering. Selain merugikan penumpang dan maskapai, citra bangsa pun tercoreng.
Dalam sehari, Bandara Soekarno-Hatta melayani lebih kurang 800 penerbangan, dengan potensi pendapatan per penerbangan mencapai Rp 50 juta atau Rp 40 miliar per hari untuk keseluruhan penerbangan. Kalau 40 persen tidak bisa terbang seperti terjadi pada hari Jumat, maka kerugian mencapai Rp 16 miliar. Kalau terjadi beberapa hari, kerugiannya jelas amat besar. Ini masih dari aspek kerugian maskapai.
Kerugian dalam jumlah amat besar kalau dihitung kerugian yang diderita penumpang yang tidak bisa berang
"Idealnya, akses transportasi ke bandara tanpa hambatan. Bangkok juga macet seperti Jakarta, tetapi transportasi ke bandara tidak pernah terganggu," kata Kepala Komunikasi Adam Air, Danke Dradjat, Minggu (3/2) saat dihubungi.
Menurut Danke, gangguan transportasi selain merugikan penumpang dan maskapai juga merugikan Indonesia. "Bayangkan di awal Visit Indonesia 2008, nama Indonesia sudah negatif," ujar dia.
Ketegangan antara penumpang dan petugas maskapai, kata Danke, tidak terelakkan. Karena jumlah penumpang ribuan sementara petugas maskapai terbatas, komunikasi pun sering disalahpahami.
Manajer Komunikasi Air Asia, Ryana Yahya Nasution juga mengatakan, para calon penumpang sempat memprotes maskapainya karena ketiadaan pembagian makanan selama penundaan.
”Persoalannya, stok makanan di Cengkareng terbatas. Sementara bila ingin menginapkan penumpang juga tidak mungkin, karena hotel di sekitar bandara dipenuhi penumpang yang penerbangannya batal atau dipenuhi pengungsi banjir,” ujar Ryana.
"Akibat terputusnya tol, penumpukan penumpang bukan saja di Soekarno-Hatta atau bandara do mestik lainnya, tetapi juga di Kuala Lumpur, Bangkok, dan Singapura," ujar Ryana.
Beberapa manajer maskapai penerbangan mengaku, belum menghitung kerugian akibat terputusnya akses transportasi utama menuju bandara, karena masih terkonsentrasi untuk memulihkan kondisi bandara.
Hasyim Arsal Alhabsi, Manajer Komunikasi Lion Air mengatakan, tidak habis pikir mengapa kondisi ini terus berulang. Dia minta pemerintah secepatnya merealisasikan jalur kereta ke bandara, sebagai alternatif transportasi.
”Kami menerapkan kebijakan menginapkan pilot, pramugara, dan pramugari di hotel sekitar bandara. Tetapi bila penumpang terlambat akibat transportasi terputus maka percuma karena penerbangan juga terhambat," kata Pujobroto dari Garuda.
Mengenai terputusnya tol bandara, Wakil Presiden Jusuf Kalla menargetkan pengeringan di kilometer 25-27 selama 6 jam. "Jasa Marga dengan cara apapun harus memperbesar kapasitas pompa. Sebesar apapun air, enam jam tol bandara harus kering," ujarnya.
PT Jasa Marga Tbk, akan menambah dan meninggikan lajur tol bandara Soekarno Hatta atau tol Sedyatmo.
Hingga Minggu (3/2) pukul 22.30, Kepala Cabang Jasa Marga Tol Bandara, David Wijayatno menginformasikan, tol bandara masih digenangi air sedalam 50 sentimeter di kilometer 26.
Halim Perdanakusuma
Menteri Perhubungan Jusman Syafei Djamal mengatakan, mulai Senin (4/2) ini, Bandara Halim Perdanakusuma difungsikan sebagai bandara alternatif.
"Rencana ini sudah didiskusikan antara Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan TNI AU. Kami mempersiapkan Bandara Halim agar jika darurat dapat digunakan," ujar Jusman.
"Bandara Halim memang dapat digunakan, tetapi agar lancar sedang dihitung dukungan groundhandling, pengisian bahan bakar hingga simulasi Air Traffic Service," ditambahkan Kepala Humas Dephub Bambang Ervan.
Sekretaris Perusahaan PT Merpati Nusantara Airlines Purwatmo menyatakan, untuk sementara waktu, mulai Senin (4/2) kegiatan operasional Merpati dipindahkan ke Bandara Halim. Sebaliknya, Pujobroto menegaskan, Garuda tetap mengoperasikan penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta, demikian pula AirAsia.
"Garuda adalah maskapai yang berjaringan bukan dari kota satu ke kota lain, sehingga tak mudah memindahkan operasional ke bandara lain. Tidak hanya itu, fasilitas pemeliharaan pesawat, teknologi informasi, dan operasional semua berpusat di Soekarno-Hatta," kata Pujobroto.
Operasional Bandara
Kepala Cabang Angkasa Pura (AP) II Bandara Soekarno-Hatta, Haryanto mengatakan meski banyak terjadi penjadwalan ulang penerbangan, tetapi pada Minggu (3/2) tidak ada pembatalan penerbangan.
Sementara Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha AP II Tulus Pranowo menjelaskan, belum menghitung kerugian akibat kondisi ini. "Yang dirugikan bukan Angkasa Pura, melainkan penumpang," ditegaskan Tulus.
Administrator Bandara Soekarno-Hatta, Herry Bekti mengatakan, antardireksi maskapai telah sepakat tidak ada penghangusan atau pemotongan uang tiket selama situasi darurat.
Sementara Minggu kemarin, jalur alternatif ke bandara melalui Tangerang situasinya padat. Hampir semua jalan, mulai Cikokol, Jalan Sudirman, Jalan TMP Taruna, Jalan Pembangunan III, Jalan Marsekal Suryadharma, juga Jalan Imam Bonjol, Jalan Ki Asnawi, Jalan Otista, Jl KS Tubun, yang berakses ke bandara dipadati kendaraan yang membawa calon penumpang.
Kepadatan makin terasa karena banyak warga berpergian ke pusat keramaian. Terlebih, jalan Daan Mogot, yang seharusnya jadi jalan alternatif juga belum dapat dilewati hingga kemarin malam, karena ada sebagian ruas jalan yang terendam.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pun memerintah pengerukan muara-muara sungai dan revitalisasi Waduk Sunter, Pluit, dan Riario, agar aliran air dari saluran drainase kota dapat segera dialirkan dan tidak meluber ke permukiman atau jalan.
Fauzi menekankan adanya koordinasi dengan PLN untuk memberi saluran listrik khusus ke pompa-pompa air di lokasi yang strategis.
Pompa Tanjungan yang berada di dekat kilometer 24-27 Tol Sedyatmo sempat tidak berfungsi karena suplai listriknya bersamaan dengan suplai listrik bagi penduduk, sehingga listrik yang tersisa tidak cukup untuk menggerakkan mesin pompa. (RYO/KSP/ECA/INU/TRI/CHE)

Friday, February 01, 2008

Penari Poco-Poco...vs Reformasi Poco-Poco

Ah..Megawati akhirnya mengkritik lagi. Tapi saya senang dengan istilah poco-poconya, mengingatkan saya akan artikel yang dulu pernah saya tulis di sebuah mingguan.
Pls check:
http://eddysatriya.blogspot.com/2005/01/reformasi-poco-poco.html
atau bisa juga di klik di http://kolom.pacific.net.id/ind/eddy_satriya/artikel_eddy_satriya/reformasi_poco-poco.
Sekedar refreshing di kala mendung masih menyelimuti negeri.

Salam hormat,

Eddy

===================
Megawati Mengkritik Lagi
http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.02.01.07431133&channel=2&mn=12&idx=12

Jumat, 1 Februari 2008 07:43 WIB

Palembang, Kompas - Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri kembali mengkritik pemerintah terkait kemiskinan, ketergantungan terhadap produk impor, dan kedaulatan bangsa. Dia menyebut pemerintah saat ini seperti penari poco-poco, maju satu langkah, mundur satu langkah. Maju dua langkah, mundur dua langkah.
Kritik itu tertuang dalam pidato politik yang dibacakan Megawati, yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-35 PDI-P di Gedung Olahraga (GOR) Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (31/1). Ia membacakan pidato politik sekitar satu jam, di depan massa PDI-P yang memenuhi kursi GOR.
Beberapa kali massa bertepuk tangan dan bersorak sorai menanggapi pidato Megawati. Apalagi, kala dia mengeluarkan kalimat di luar naskah pidato politik yang menyentil pemerintah.
Ini bukan kali pertama secara terbuka ia mengkritik pemerintah. Ia sebelumnya juga pernah menyatakan pemerintah saat ini hanya tebar pesona dan bercita- cita setinggi gunung, tetapi pencapaian setinggi bukit.
Menurut Megawati, tiga tahun sudah pemerintahan hasil Pemilu 2004 bekerja. Namun, apa yang terjadi dengan Indonesia? ”Coba pikirkan sejenak, apa yang dialami rakyat. Apakah kesejahteraan lebih baik atau lebih buruk?” ujarnya. Massa PDI-P serempak menjawab, ”Lebih buruk.”
Menurut Megawati, pertanyaan itu harus selalu disampaikan kepada rakyat agar rakyat tak salah pilih. Bangsa Indonesia mudah lupa. Ia lantas memaparkan, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004 - 2009. Isinya adalah visi, misi, kebijakan, dan sasaran pemerintah hasil Pemilu 2004, termasuk upaya menekan angka kemiskinan. Namun, jumlah warga miskin bukannya berkurang, tetapi malah sempat bertambah.
Penari poco-poco
Ia juga berpendapat, keberpihakan pemerintah terhadap rakyat miskin dan pemberantasan kemiskinan tidak kuat dan tidak fokus. Pemerintah mudah berjanji dan mudah mengingkari.
”Pemerintah seperti penari poco-poco. Maju satu langkah, mundur satu langkah. Maju dua langkah, mundur dua langkah. Tak pernah beranjak dari tempatnya, hanya ingin membuat orang bergembira,” ujarnya.
Megawati juga menyampaikan, saat ini Indonesia dalam situasi rentan. Harga pangan dunia meningkat, padahal ketergantungan Indonesia pada impor sedemikian besar. Pemerintah perlu mengonkretkan kemampuan Indonesia berproduksi dan bersandar pada kekuatan sendiri.
Di Jakarta, Kamis, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Staf Khusus Presiden Sardan Marbun, menilai Megawati tidak introspeksi dan melihat kemampuannya saat menjadi presiden.
Presiden Yudhoyono, menurut Sardan, mengakui masih ada kekurangan dalam tiga tahun lebih pemerintahannya, tetapi pemerintah tidak jalan di tempat. Penilaian Megawati juga tidak utuh dan tidak lengkap sebab tak melihat kenaikan harga bahan bakar minyak dan bencana.
Peringatan HUT Ke-35 PDI-P di Palembang dihadiri sejumlah tokoh. Mereka antara lain Surya Paloh dan Theo L Sambuaga dari Partai Golkar, Siswono Yudo Husodo, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ryamizard Ryacudu, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, dan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin. (idr/inu)