Monday, February 04, 2008

Padahal rakyat sudah ingin lihat "Striptease"

Para elite negeri ini masih saling ribut dengan jalannya pemerintahan dan mengibaratkan dengan tarian poco-poco. Tidak puas, JK mengatakan itu lebih baik dari dansa-dansi sambil menjual murah gas tangguh ke China. Akhhhh...bapak dan ibu, padahal rakyat sudah pengin melihat "striptease" lho...yang jelas, transparan dan menyenangkan mereka. MAksudnya, pemerintahan yang bersih, transparan, melaksanakan good governance practices, dan tampil memikat dan meyakinkan. Andai boleh mengandaikan demikian.

Till here,

ES

======================

Kritikan atas “Poco-poco”
PDIP dan Pemerintah Bersikap Emosional

SInar Harapan, 2/2/08
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0802/02/nas01.html

OlehInno Jemabut/Tutut HerlinaJakarta–Kritikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kepada pemerintah seharusnya terarah tidak dengan sindiran, tetapi memberi alternatif kebijakan. Perdebatan yang ada cenderung emosional. Pemerintah dengan partai pendukungnya tak perlu terpancing emosi sehingga tak terjebak debat kusir yang menghabiskan energi.Demikian pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf dan dosen komunikasi politik Universitas Diponegoro (Undip) Triyono Lukmantoro yang dihubungi SH secara terpisah dari Jakarta, Sabtu (2/2), terkait dengan kritikan “poco-poco” Megawati yang dibalas Wapres Kalla dan fungsionaris Partai Demokrat.Maswadi mengatakan, polemik PDIP dengan pemerintah tak memberi pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. “Saya kira debat kusir yang satu bilang seperti poco-poco, lalu yang lain bilang dance, dihentikan. Itu tidak mendidik, apa substansi dari perdebatan seperti itu?” kata Maswadi.Cara kritik PDIP, jelas Maswadi, kurang menarik dan terkesan emosional, apalagi jika dikaitkan dengan masa lalu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai oposisi pemerintah, seharusnya kritikan Megawati konkret dengan bukti kelemahan pemerintah serta cara penanganan yang harus dilakukan. Mengkritik secara umum dengan menyindir tidak menyelesaikan persoalan karena pemerintah tentu tidak ingin dianggap semua kebijakannya salah.Meski demikian, katanya, ide dasar perdebatan PDIP dengan pemerintah adalah demokrasi tetapi implementasinya masih salah. “Seharusnya implementasinya itu yang substansial, bukan sikap emosional,” kata Maswadi.Triyono mengatakan pernyataan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akan membuat rakyat bodoh dalam berpolitik. Alasannya, perang pernyataan itu bersifat personal dan bukan substansial, sehingga permasalahan yang sebenarnya terjadi tidak tampak di permukaan. “Dampaknya buat rakyat adalah pihak yang memfavoritkan Yudhoyono akan berhadapan dengan yang memfavoritkan Megawati, tapi personal. Rakyat hanya disuguhi permasalahan personal bukan subtansi,” katanya. Menurutnya, sebagai sebuah partai yang memposisikan dirinya sebagai partai oposisi, PDIP memang punya kewajiban untuk melakukan kritikan terhadap pemerintah. Namun sayangnya, kritik yang sering dilontarkan tidak cukup mengena karena cenderung emosional dan personal. Ini hanya akan menjadi komoditas perang wacana di kalangan elite atas, sementara rakyat tetap terbelenggu dengan kemiskinan dan bencana alam. “Kalau mau bilang ekonomi belum merata jangan memberi metafora, yang tidak cukup kena. Ini saya melihat hanya pernyataan emosional Mega karena merasa dikhianati oleh Yudhoyono–Kalla dan mengalahkan dia jadi presiden. Pernyataan Mega ini menjadikan PDIP bukan partai oposisi tapi partai pengritik,” paparnya.Terima Secara WajarSementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Jumat (1/2), mengatakan, kritik yang disampaikan pada HUT ke-35 partainya terhadap kebijakan pemerintah seharusnya diterima secara wajar oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, bukan dengan emosi.“Kritik kami sebagai partai oposisi itu, tidak asal kritik, tetapi dengan data yang ada. Setidaknya (kritik) ini sebagai evaluasi, apakah kebijakan pemerintahan yang sekarang sudah sesuai dengan realitasnya dan sudah sesuai dengan janji-janji kampanye dahulu,” kata Tjahjo Kumolo.Apa yang disampaikan itu berdasarkan data, fakta, dan aspirasi rakyat yang semakin terjepit akibat harga kebutuhan pokok merangkak naik. “Jadi sekali lagi, mestinya kritik koreksi kami itu sebagai partai oposisi, harusnya diterima dengan wajar oleh pemerintahan SBY, bukan dengan emosi,” katanya.Tjahjo menambahkan jika cara penerimaan yang arif bijaksana, tentunya kritik koreksi ini bisa jadi bahan evaluasi, apakah kebijakan mereka selama ini sudah sesuai harapan, atau telah selaras dengan janji-janji kampanye. (ant)

No comments: