Sungguh tragis perjuangan
Wa Ode yang ingin memperbaiki institusinya. BUkannya didukung, malah menjadi
tersangka sendiri atas berbagai tindakan korup yang dilakukan oleh oknum
Banggar DPR. Padahal praktek tersebut sudah lumrah dan memang terjadi dari
dulu. Cuma kemunafikan dan "kegotongroyongan" terus menutupinya.
=======
MI Online viewed 2 Jan 2012
Wa Ode: Sistem di DPR Sangat Buruk
PADANG--MICOM: Tersangka
korupsi di Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wa Ode Nurhayati, menegaskan sistem
yang berjalan di DPR sangat buruk.
Saat
berada di Padang, Minggu (1/1), dia mengatakan, kasus yang menimpanya sungguh
sangat ironis karena ketika dia bersuara di Banggar, malah tersangka yang
ditetapkan untuknya.
Sebelumnya,
politisi PAN ini ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai
tersangka kasus anggaran dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah
(PPID) tahun 2011. Dia dituduh menerima hadiah dan janji dari seseorang yang
berkaitan dengan anggaran PPID tahun 2011.
Wa Ode
menerangkan, sistem yang buruk di DPR dari tahun ke tahun melahirkan korban.
Korban dari kasus cek pelawat, korban dari nyanyian Nazarudin, dan lainnya.
Menurutnya,
sistem buruk yang terbangun di DPR antara lain, sistem penganggaran tidak
akuntabel, bahkan cenderung fiktif dan tidak terencana atau datang mendadak
dengan membuatnya seolah-olah memenuhi kebutuhan sesaat.
"Ada
postur-postur baru yang tiba-tiba muncul di luar postur undang-undang tentang
APBN kita. UU APBN kita yang namanya transfer daerah ada," jelasnya.
Lebih
lanjut dia mengatakan, di Banggar DPR tiba-tiba ada tugas perbantuan bagi
daerah tertentu, seperti pendidikan dan untuk infrastruktur.
Menurut
Wa Ode, hal tersebut merupakan postur-postur yang legitimasinya diperkuat
administrasi yang relevan, tapi yang terjadi kadang-kadang daerah tidak
menyurati secara prosedural.
"Tidak
terdaftar administrasi tetapi dapat alokasi. Semuanya DPR lah yang menentukan.
Padahal DPR dalam fungsi anggaran menentukan alokasi DPR hanya berwenang pada
fungsi budgeting dan kontrol, bukan fungsi menentukan," ungkapnya.
Saat
ini, ujar Wa Ode, DPR sering berperan sebagai penentu, sedangkan pemerintah
mengawasi. "Hal ini sungguh terbalik," tambahnya.
Mafia
anggaran secara khusus, jelasnya, ini stigma publik terhadap praktek
ketimpangan, yang memang sudah ada fakta- faktanya. "Kalau dibilang tidak
ada, nyatanya ada anggota DPR ditangkap KPK. Bilang tidak ada, nyatanya ada
nyanyian Nazaruddin."
"Saya
kemarin lebih menyoroti sistem di DPR, tidak prosedural dan berpotensi
melahirkan mafia-mafia seperti stigma publik selama ini. Bicara mafia kita
bicara personal dan lingkaran melegitimasi," tandas politikus asal
Sulawesi Tenggara ini.
Dia
menilai jika hanya memperbaiki personal, namun sistem tidak diperbaiki, sama
saja membersihkan kotoran dengan sapu kotor.
Terkait
ditetapkan sebagai tersangka, Wa Ode menyerahkan ke publik untuk menilai.
"Kalau dibilang konspirasi, nanti saya dikatakan narsis," katanya.
Akan
tetapi Wa Ode menilai ada yang salah dalam penetapannya. "Kita dituduh
menerima uang suap Rp6 miliar, makanya dijadikan tersangka, tapi kenapa yang
ngasih hadiah belum ditindak," imbuhnya.
"Saya
dijadikan tersangka di kasus gratifikasi, tidak sebagai saksi. Ini yang penting
diluruskan ke publik. Saya dikatakan tersangka saja itu sudah beban yang luar
biasa," tukas Wa Ode. (YH/OL-3)
No comments:
Post a Comment