Thursday, June 18, 2009

Jusuf Kalla: Andaikan Ada Kepwapres

Betulkan? bersyukurlah rakyat Indonesia karena dengan headlines di Kompas ini semakin jelas dan resmi bagaimana hubungan kerja para elite pimpinan kita. Sesungguhnya masalah utama bangsa ini bukanlah siapa pemimpinnya, tetapi bagaimana sebuah sistem diterapkan dan dijalankan. Terus terang JK dulu itu sangat berkesempatan memperbaiki situasi..tetapi kecepatan beliau tidak diimbangi dengan kelenturan birokrasi..juga diperburuk oleh berbagai masalah kepemimpinan dan mesin birokrasi dan campur tangan faktor eksternal.

So..we are still here, a nation in waiting.

ES

KOMPAS Cetak : Jusuf Kalla: Andaikan Ada Kepwapres

CALON PRESIDEN
Jusuf Kalla: Andaikan Ada Kepwapres
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Jusuf Kalla


Kamis, 18 Juni 2009 | 03:24 WIB

Jakarta, Kompas - Sebagai wakil presiden, Muhammad Jusuf Kalla mengaku sering gemas melihat jalannya pemerintahan yang dinilainya lamban. Rapat berhari-hari, keputusannya tak kunjung tiba.

Adakalanya ia ingin ikut mengambil keputusan agar pemerintahan bisa berjalan lebih cepat. Namun, ia menyadari, dirinya hanyalah seorang wapres yang tidak memiliki kewenangan. Ia hanya bisa menjalankan sesuatu yang sudah diputuskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di sidang kabinet.

”Sekiranya ada keputusan wapres (kepwapres), tentu semua kebijakan sudah saya ambil sehingga semuanya bisa berjalan dengan cepat dan lebih baik. Dengan demikian, krisis bisa segera kita selesaikan. Hanya persoalannya, kepwapres tidak ada,” ungkap Kalla tersenyum saat diwawancarai Kompas di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Jakarta, Minggu (3/5) petang, dua hari setelah deklarasi sebagai capres dan cawapres bersama Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Jenderal (Purn) Wiranto.

Sebagai wapres, tentu ia tidak boleh melampaui kewenangan presiden. Namun, pada praktiknya, sejumlah tugas yang ia jalankan dirasakannya sebagai sesuatu tugas yang melebihi tanggung jawabnya. Sebut saja bagaimana ia mewujudkan perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam.

”Oleh sebab itu, saya memutuskan maju sebagai capres. Saya yakin bisa melakukan semuanya itu berdasarkan pengalaman beberapa kali pemerintahan yang saya ikuti. Saya akan bekerja dengan lebih cepat agar negeri ini segera terbebas dari krisis,” lanjutnya.

Kalla mengakui, awalnya, ia tidak berniat berpisah dari Presiden Yudhoyono. Apalagi dengan perolehan suara Partai Golkar yang berada di nomor urut 2 setelah Partai Demokrat. Namun, situasi menyebabkan ia mengambil jalan berpisah dari SBY.

Tekadnya semakin bulat setelah SBY ternyata tidak menggandengnya dalam koalisi. Ditambah desakan Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I Partai Golkar dan jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, ia pun mendeklarasikan diri sebagai capres bersama Wiranto sebagai cawapres.

”Sekarang saya lebih lega, lebih punya arah, dan akan lebih fokus untuk pilpres. Semata-mata bukan untuk kehormatan dan kemuliaan saya dan Pak Wiranto, tetapi kemuliaan dan kehormatan rakyat. Saya tidak ingin meninggalkan rakyat yang masih tergantung dan belum sepenuhnya mandiri,” lanjut Kalla.

Bukan ”ban serep”

Kalla menyadari, saat mendampingi SBY, ia bukan sosok wapres yang seperti ”ban serep” semata. Ia the ”real” president. ”Kadang kala, saya ikut merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi terus-menerus. Bahkan, minggu per minggu. Namun, semua itu sepengetahuan presiden. Jadi, apa yang saya lakukan kadang kala memang melebihi peranan saya sebagai wapres,” papar Kalla.

Bahkan, sejumlah proyek disebutkan ia yang ikut menggagas, merencanakan, melaksanakan, dan ikut mengawasinya sendiri. Proyek-proyek tersebut di antaranya program bantuan langsung tunai, konversi minyak tanah ke gas elpiji, proyek listrik 10.000 MW, serta pembangunan sejumlah infrastruktur, seperti bandar udara, jalan tol, dan pelabuhan. (HAR)

No comments: