Wednesday, August 19, 2009

Menara Telekomunikasi, Sampai Kapan tak Berkesudahan?

Sungguh menyedihkan jika rencana baik untuk "memproteksi" sebagian kecil porsi investasi di sektor telekomunikasi bagi industri dalam negeri justru menjadi bencana bagi operator dan ekonomi nasional.

Sampai kapan ego dan keengganan berkoordinasi bisa diakhiri?


===============

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A16&cdate=19-AUG-2009&inw_id=690878


Bisnis Indonesia, 19 Agustus 09


Operator tersandung monopoli menara
Retribusi telekomunikasi bakal bebani biaya operasional


“Biarkan saja blackout agar pemda juga tahu akibat tidak ada sinyal seluler, sebab itu akan merugikan ekonomi wilayah dan juga konsumen,” ujar Heru Sutadi.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu menumpahkan kekesalannya atas pembongkaran 16 menara dan 88 unit BTS (base transceiver station) yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung, Bali, 11 Agustus lalu.

Dari 16 menara telekomunikasi yang dibongkar, 13 unit dimiliki oleh PT Solusindo Kreasi Pratama, 1 unit dimiliki United Tower, dan 2 unit dimiliki PT Excelcomindo Pratama Tbk.

Adapun 88 BTS yang sudah tidak berfungsi meliputi Telkomsel (22 unit), Indosat (6 unit), XL (6 unit), Mobile-8 (33), Bakrie Telecom (6 unit), Hutchison CP (6 unit), dan Telkom (9 unit).

Ini adalah aksi pembongkaran yang kedua kalinya. Pemkab Badung pernah melakukan pembongkaran tiga menara telekomunikasi pada akhir tahun lalu. Pembongkaran itu berhasil dihentikan melalui pendekatan yang dilakukan Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) yang diiringi dengan keluarnya surat keputusan bersama (SKB) Empat Menteri.

Pertimbangan lain yang mendasari penundaan pembongkaran itu adalah dalam rangka kegiatan pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Heru merasa heran dengan sikap Pemkab Badung tersebut. “Di banyak daerah, justru pemda yang meminta operator masuk ke daerah. Ini kasus aneh karena justru dibongkar.”

Jumlah BTS sejumlah operator telekomunikasi

Operator/penyedia menara

Jumlah BTS (unit)

Telkomsel

29.000

Indosat

14.758*)

XL

18.200**)

Bakrie Telecom

3.036

Mobile-8 Telecom

1.700

Telkom

4.500

Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Ket.: *) Kuartal I/2009
**) Semester I/2009

Anggota BRTI itu menegaskan karena menyangkut pendapatan asli daerah (PAD), sebaiknya Departemen Keuangan juga turun tangan menjelaskan ke pemda-pemda kontribusi telekomunikasi untuk APBN dan berapa yang mengalir ke daerah.

Selaku regulator, Heru mengingatkan dari sisi regulasi sudah ada peraturan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pihak Pemkab Badung mempunyai alasan tersendiri dalam proses pembongkaran menara seluler tersebut, karena jaringan menara itu tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

Kabag Humas Pemkab Badung Gede Wijaya, mengatakan penertiban terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB bukan hanya terhadap menara telekomunikasi, melainkan juga bangunan lainnya. Hal ini memiliki dasar hukum, yakni Perda Provinsi Bali No 4/1974 tentang Bangun Bangunan.

“Bupati Badung sebagai pejabat negara menjalankan fungsi untuk menjalankan peraturan tersebut dan menindak kepada yang melanggar,” katanya.

Pihak Pemkab Badung, lanjut Gede, sebenarnya telah melakukan sosialisasi kepada para pihak pengelola BTS (base transceiver station) yang tidak mengantongi IMB untuk membongkar menara mereka.

Untuk menggantikan menara yang sudah terbongkar tersebut, Pemkab Badung-melalui ikatan kontrak dengan PT Bali Towerindo-akan membangun 49 titik menara telekomunikasi. Kebijakan tersebut bahkan dilegitimasi dalam Peraturan Daerah No. 6/2008. Hal inilah sebenarnya yang menyulut perseteruan antara operator dengan Pemkab Badung-dan juga pemda di wilayah lain.

Ketua ATSI Merza Fachys menilai pembangunan menara itu berbau monopolistik. “Pemkab Badung sudah terikat kontrak dengan PT Bali Towerindo bahwa tidak boleh ada menara lain selain menara telekomunikasi terpadu yang dibangun selain oleh penyedia menara lokal.”

Hal yang sama juga akan segera diberlakukan di DKI Jakarta dan sejumlah kabupaten di Sumatra Utara. Di Jakarta, sudah ditetapkan 800 titik pembangunan menara yang akan dibangun PT Jakarta Telekomunikasi.

Retribusi telekomunikasi

Merza mengingatkan telekomunikasi tidak berdiri sendiri, tidak hanya satu area, karena ada kepentingan nasional yang lebih besar. Telekomunikasi, tambahnya, telah memberikan sumbangan 4% bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Dia menilai telekomunikasi merupakan infrastruktur yang strategis, karena jika layanan turun, ekonomi akan terpengaruh, termasuk keamanan dan ketertiban.

“Bahkan kami khawatir sejumlah negara akan mengeluarkan travel warning ke Indonesia, khususnya Bali, karena tidak adanya sinyal telekomunikasi,” katanya.

Dalam skala kecil, ATSI mensinyalir pembongkaran menara tersebut menghilangkan 40% coverage di Badung. Itu belum dihitung orang dari luar Badung yang tidak bisa menelepon ke kabupaten tersebut, baik dari dalam negeri maupun internasional.

Terkait dengan perizinan soal menara, wewenang pemda sebenarnya hanyalah menyangkut izin mendirikan bangunan (IMB), sesuai dengan SKB mengenai Menara Bersama.

Belum selesai soal pembatasan jumlah menara dan kasus monopoli yang menyertainya, operator harus bersiap-siap untuk berhadapan lagi dengan pemda, tapi untuk soal yang lain: retribusi telekomunikasi.

Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) akan segera disahkan. Dalam satu pasalnya, RUU PDRD menegaskan bahwa operator dan pemilik menara telekomunikasi akan dikenai retribusi pengendalian menara telekomunikasi. Pemkab/ kota yang memungut retribusi ini berkewajiban atas tata ruang dan keamanan menara telekomunikasi.

Hal tersebut tentu saja menambah beban operator, terutama operator baru yang akan makin kesulitan mengembangkan jaringannya karena beban pengeluaran yang bertambah. Presdir XL Hasnul Suhaimi mengungkapkan pihaknya masih mempelajari RUU tersebut. Adapun Ketua Umum ATSI Sarwoto Atmosutarno tidak menjawab pertanyaan Bisnis.

Ketua ATSi Merza Fachys mengaku heran dengan aturan dalam RUU tersebut.

“Yah ini susahnya, di dalam SKB Menara Bersama empat pejabat setingkat menteri, pemda tidak memiliki wewenang menarik retribusi menara, dan hanya IMB. Sekarang UU mau membolehkannya. I love government!” (K2) (fita.indah@bisnis.co.id/arif.pitoyo@bisnis.co.id)

Oleh Fita Indah Maulani & Arif Pitoyo
Wartawan Bisnis Indonesia

No comments: