Monday, July 14, 2008

Editorial Media Indonesia - SKB KOnyol

Ini mungkin merupakan salah satu editorial media yang paling pas menggambarkan betapa pemerintah panik. JAdinya adalah "keputusan yang bisa sesat, karena dibahas sesaat, seperti ide yang didapat ketika buang haja" (maaf). Tapi itulah faktanya yang ada saat ini.

Tidakkah mereka mengerti dan paham bahwa ada kalanya investasi yang sudah international branded harus mengacu kepada aturan-aturan perburuhan internasional yang binding. Misalnya tidak boleh memperkerjakan buruhnya diluar jam kerja normal atau di hari libur. Ini fakta yang tidak diperhatikan alias dinafikan begitu saja oleh petinggi yang ingin menjadi pahlawan akan buruknya kinerja PLN.

SIngkat kata, masalah utamanya tidak dibereskan. Justru nambah masalah baru.

CApek dech.

Media Indonesia - News & Views -

Senin, 14 Juli 2008 00:01 WIB

SKB Konyol Menggeser Jam Kerja

ADA logika terbalik dalam cara berpikir pemerintah mengenai kerja. Sekarang hari libur disuruh bekerja, sebelumnya hari kerja dibikin libur.

Itulah yang terjadi ketika pemerintah menciptakan cuti bersama dengan cara mengulur hari libur nasional beberapa hari. Hal itu dilakukan bila tanggal merah jatuh pada hari yang terjepit menjelang akhir pekan. Pemerintah lantas mengambil keputusan hari libur itu dibablaskan sekalian.

Akibatnya, jumlah libur sangat fantastis, yakni 124 hari sepanjang 2007 lalu. Fantastis bagi sebuah negara yang produktivitasnya sangat rendah, tetapi liburnya sangat panjang lebih empat bulan dalam setahun. Setelah kritik pedas datang bertubi-tubi, pemerintah kemudian menghapus ketentuan cuti bersama itu.

Kini, kerangka berpikir jungkir balik itu dipraktikkan lagi ketika pemerintah bermaksud menghemat pemakaian listrik oleh industri. Caranya dengan memaksa kalangan industri menggeser sebagian hari kerja dari hari kerja Senin hingga Jumat ke hari libur akhir pekan Sabtu dan Minggu.

Bahkan, untuk keperluan itu pemerintah mengaturnya melalui surat keputusan bersama (SKB) lima menteri. Industri yang membandel akan dikenai sanksi pemutusan listrik oleh Perusahaan Listrik Negara. Aturan itu diberlakukan mulai Agustus.

Basis argumentasi SKB itu, selama ini industri menyedot setrum sangat besar di hari kerja sehingga listrik pun defisit hingga 600 megawatt. Sebaliknya pada Sabtu, cadangan listrik justru berlebih 1.000 megawatt dan pada Minggu kelebihan cadangan mencapai 2.000 megawatt.

Tampak jelas, logika yang dijadikan acuan SKB jam kerja industri itu sangat linier dan semata dari sudut pandang pemerintah. Solusi yang diambil dengan cara gampang. Sebelumnya pemerintah gampang saja meliburkan hari kerja dengan nama cuti bersama, sekarang gampang saja pemerintah memaksa bekerja di hari libur.

Pemerintah tidak mau dipusingkan dengan pertanyaan apakah jalan keluar itu berisiko buruk bagi industri atau tidak. Yang penting, beban negara sudah beralih ke beban masyarakat, habis perkara.
SKB itu, jika jadi diterapkan, jelas akan berimplikasi pada semakin membengkaknya biaya produksi akibat bertambahnya jam lembur karyawan karena bekerja pada hari libur akhir pekan.

Padahal sebelumnya biaya produksi telah bertambah dengan penaikan harga BBM. SKB itu sama saja dengan membunuh industri secara perlahan-lahan. Pembunuhan industri itu akan semakin cepat terjadi bila pemerintah sok gagah menerapkan sanksi mencabut listrik industri yang dinilai membandel karena tidak menerapkan SKB itu.

Padahal, industri tetap memilih libur pada Sabtu dan Minggu justru karena pertimbangan yang rasional menyangkut biaya produksi. Nah, apa kata dunia bila industri di Indonesia dicabut listriknya karena tidak mau bekerja pada Sabtu dan Minggu yang memang merupakan hari libur akhir pekan di banyak belahan dunia?

SKB itu jelas menjadi kampanye buruk bagi masuknya investasi. Gelagat itu, sebagaimana disebutkan Kadin, mulai terlihat dengan terjadinya penundaan investasi lebih dari US$1,5 miliar atau setara dengan Rp13,5 triliun. Realisasi sejumlah komitmen investasi baru akan dilakukan lagi pada 2009-2010, ketika suplai listrik bisa terjamin melalui proyek 10.000 megawatt. Tidak ada pilihan lain, pemerintah harus membatalkan SKB yang konyol itu. Akan lebih cerdas jika pemerintah mulai bersungguh-sungguh mempercepat pengadaan pembangkit listrik baru berkekuatan 10 ribu megawatt itu, sambil mempraktikkan secara nyata langkah penghematan energi.

No comments: