Friday, July 04, 2008

Menteri Sontoloyo

KAn semuanya juga sudah sontoloyo, termasuk seringnya kita dengar dan saksikan orang atau petugas dengan identitas yang harus dirahasiakan malah pamer di depan umum. DAn above all, mari kita akui saja, semua banyak yang sudah dan masih sontoloyo. APalagi jika gajinya sontoloyo...pastilah mereka akan loyo, tidak perlu di "sonto-sonto" juga, akan loyo dengan sendirinya.

Bagaimana boss? KApan gaji dan upah semua orang di Indonesia meningkat sesuai porsi dan levelnya, sehingga tidak ada menteri yang sontoloyo seperti di tuding Syamsir Siregar.

Wassalam,

ES
=======

Senin, 30 Juni 2008 00:01 WIB

Menteri Sontoloyo

BANGUNAN Kabinet Indonesia Bersatu mestinya kukuh. Sebab hampir separuh personelnya berasal dari delapan kendaraan politik berbeda. Jabatan kepartaian mereka pun rupa-rupa. Mulai ketua umum, ketua majelis pertimbangan, ketua pemenangan pemilu, ketua dewan pakar, wakil bendahara, penasihat, mantan sekjen, hingga sekadar kader parpol.
Mestinya, bangunan kabinet itu tidak goyah dihantam badai angket seandainya delapan partai sebagai tiang penyangga koalisi dibangun di atas fondasi kepentingan rakyat. Sayangnya, koalisi pemerintahan saat ini justru dibangun di atas pasir kepentingan yang setiap saat bisa roboh ditiup angin kepentingan parlemen. Tragisnya lagi, kepentingan parlemen dikendalikan dari dalam tubuh kabinet sendiri.
Tiupan angin kepentingan itu semakin kencang di tahun politik ini. Sebentar lagi memasuki tahun pemilu. Dalam menghadapi tahun pemilu itu, para menteri asal partai mulai bermain politik dua kaki. Kaki yang satu kukuh mempertahankan jabatan menteri, sedangkan kaki satu lagi ikut menggoyang kabinet. Tujuan berpolitik dua kaki itu tentu saja merongrong wibawa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar popularitasnya merosot.
Penggunaan hak angket atas kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan
bakar minyak adalah contoh paling nyata politik dua kaki yang disutradarai para pembantu Presiden. Mereka menyetujui penaikan harga minyak di depan Presiden. Di belakang Presiden mereka justru menyuruh, atau setidaknya membiarkan, fraksi mereka di DPR menggebuk kebijakan pemerintah. Bahkan, hak angket itu sendiri justru dipelopori partai yang menjadi penyangga kabinet.
Hak angket dibahas dalam Rapat Paripurna DPR, pekan lalu. Semula, lima fraksi mendukung kebijakan pemerintah dengan menolak angket. Lima fraksi itu adalah Partai Demokrat, Golkar, PPP, Partai Damai Sejahtera, dan PKS. Hanya kader Partai Damai Sejahtera yang tidak berada dalam kabinet. Pada saat voting, PPP, PKS, dan PDS tiba-tiba merapatkan diri ke dalam barisan pendukung angket. Hanya Demokrat dan Golkar yang tetap 'pasang badan' membela kebijakan pemerintah.
Pasang badan membela kebijakan pemerintah adalah konsekuensi logis sebagai partai penyangga koalisi. Memang demikian fatsun politiknya. Jika tidak mau menjadi penyangga, ya tarik kader partai dari koalisi. Menggebuk kebijakan pemerintah dengan tetap mempertahankan kader partai menikmati kursi kabinet beserta seluruh kekuasaannya, itu namanya pengkhianat. Mau enaknya saja.
Jadi, sangatlah jelas, para menteri asal partai mulai meninggalkan etika politik hanya untuk kepentingan pragmatis memenangi pemilu. Mereka mempraktikkan jurus politik cuci tangan. Setelah menyetujui penaikan harga BBM, mereka mencuci tangan seolah-olah mereka tidak terlibat dalam kebijakan itu. Untuk itulah mereka menyuruh atau membiarkan fraksi mereka di DPR menentang kebijakan pemerintah dengan menyetujui penggunaan hak angket.
Mereka itulah yang masuk kategori menteri sontoloyo. Menteri yang sesungguhnya menjadi musuh dalam selimut Presiden. Mereka menikam Presiden dari belakang dengan membiarkan fraksi di DPR menyetujui penggunaan hak angket. Mereka lihai bersilat lidah dengan menyebutnya sebagai dinamika lapangan atau improvisasi fraksi.
Tidak ada gunanya Presiden memelihara pembantu yang plintat-plintut. Kabinet harus dibersihkan dari musuh dalam selimut dan menteri sontoloyo layak dibuang. Memelihara menteri sontoloyo sama saja menggorok leher sendiri. Tinggal menunggu waktunya menteri sontoloyo itu berulah lagi.


Media Indonesia - News & Views -

No comments: