Sunday, August 24, 2008

Bandara Semrawut, Negara Katut!


Jangan heran kalau salah satu bandara yang dulunya termegah di Asia Tenggara sekarang menjadi semakin semrawut. Bandara Soekarno Hatta  ini didanai dari Pinjaman Lunak Protokol  Pemerintah Perancis di awal 1990-an.  Banyak penyebab bandara  amburadul. Bisa management internal Angkasa Pura sang pengelola, atau bisa juga karena faktor eksternal yang tidak bisa diatasi oleh pengelola.

Namun tidak jarang pula kekacauan itu bersumber dari hal sepele seperti masalah pengelolaan taksi yang dari dulu tidak pernah beres, perparkiran, atau memang "otak kotor" penjaga berbagai pintu masuk yang masih saja nekat mengutip berbagai jenis "uang" jika harus melewati mereka.

Taksi bandara dari dulu terkenal berantakan, dan sering menjebak penumpang yang terkadang berujung kepada perbuatan kriminal pemerasan hingga kekerasan yang menguras harta benda penumpang, khususnya TKI/W, yang baru pulang menjadi pahlawan devisa di negeri orang. Setelah disiksa majikan, terkadang mengalami kekerasan seksual, ketika sampai ditanah air yang didambakan, mereka sering diperlakukan seperti sapi perah bagi preman bandara.

Taksi yang tidak nyaman dan aman telah memaksa banyak penumpang untuk meminta supir atau anggota keluarga untuk menjemput mereka yang tentu saja berdampak kepada kemacetan. Belum lagi kerugian material jika harus menghitung tenaga supir atau BBM. Tidak jarang pula orang enggan menggunakan taksi bandara karena akses mereka dibatasi jika harus lewat pintu belakang atau pintu alternatif lain keluar selain jalur utama. Saya sendiri dan banyak orang sudah pernah mengalaminya. Tidak jarang taksi harus memutar menyemut dikemacetan, padahal jika diizinkan lewat Tangerang jarak dan waktu tempuh jauh lebih dekat.

Meski sekarang sudah agak longgar, tapi untuk taksi kelihatannya masih harus menyelipkan Rp 5.000 an biar diizinkan lewat. Begitu pula tidak jarang untuk memasuki bandara dari arah Tangerang harus berhadapan dengan petugas yang sok galak meminta penumpang taksi memperlihatkan tiket asli penerbangan. Padahal, "hareee geneeee" penumpang lebih banyak menggunakan tiket elektronik, bahkan tidak jarang hanya bermodalkan nomor kode booking dan KTP.

Belum lagi perparkiran di bandara. Berbagai jenis mobil, baik dari mobil rekan saya sesama pejabat, mobil tni berpelat hijau, mobil swasta yang berpelat hitam dengan nomor khusus, semuanya semakin seenaknya parkir. Baik di terminal keberangkatan ataupun kedatangan. ALhasil, belum masuk Jakarta, suasana sumpek, ketidakterarturan dan suap menyuap sudah tercium aromanya.

Ya...itulah Indonesia kita. Mau apa lagi Bung?

2 comments:

Anonymous said...

yeah! its much better,

Anonymous said...

Well for me its better to be more realistic.