Thursday, September 20, 2007

Reformasi dan Undang-Undang Anti Diskriminasi













Semangat reformasi boleh saja menggebu, kalau perlu tak tentu arah. Namun keadilan haruslah nomor satu.

Kiranya sudah mendesak dibuat UU anti diskriminasi di negeri ini, jika memang keadilan akan ditegakkan. Jika tidak, niscaya..masalah akan hilang satu tumbuh seribu. Sebenarnya perbaikan gaji, tunjangan atau kesejahteraan sudah mulai terasa. tapi mengapa hanya untuk segelintir? Bukankah ini akan menimbulkan kecemburuan yang hebat antar sesama PNS atau anggota TNI. ALhasil..korupsi akan semakin berkualitas dan menggila, meski berbagai usaha pemberantasannya tetap dilakukan.

Gambar diatas memperlihatkan bagaimana perlakuan tidak adil membuat orang makin nekat. Mobil harga Rp 1 M juga bisa menjadi mobil dinas untuk kota Jakarta atau mobil dinas dengan cc besar terus diadakan.

Gitu ajah,

ES

=========

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/20/ekonomi/3857230.htm

Kamis, 20 September 2007

Birokrasi
Kebutuhan Remunerasi Rp 62 Triliun

Jakarta, Kompas - Anggaran untuk remunerasi atau tunjangan tambahan di luar gaji pokok terkait reformasi birokrasi mencapai Rp 62 triliun, dengan perhitungan pegawai di seluruh departemen saat ini mencapai 3,5 juta orang.
Akan tetapi, pemerintah tidak mungkin menganggarkan dana sebesar itu dalam satu tahun sehingga perlu didistribusikan pada beberapa tahun anggaran.
Anggota Panitia Anggaran DPR Rama Pratama, Rabu (19/9) di Jakarta, menjelaskan, kebutuhan anggaran tersebut diungkapkan pemerintah kepada Panitia Anggaran beberapa hari lalu sehingga belum mendapatkan persetujuan DPR.
Sebelumnya, dalam Sidang Paripurna pada 28 Agustus 2007, DPR menyetujui APBN Perubahan 2007 yang berarti meloloskan permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang tambahan anggaran pegawai Depkeu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung sebesar Rp 1,46 triliun. Anggaran itu digunakan untuk memenuhi pembayaran remunerasi di ketiga instansi tersebut. Dari 10 fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) yang menolak pemberian remunerasi itu.
Remunerasi diberikan dalam bentuk Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN). TKPKN merupakan tambahan penerimaan baru bagi pegawai di luar gaji pokok. Saat ini, gaji pokok untuk pegawai negeri sipil (PNS) golongan terendah Rp 760.495 per bulan, dan golongan tertinggi mencapai Rp 2,38 juta per bulan. Dengan demikian, uang yang dibawa ke rumah (take home pay) oleh setiap pegawai di Depkeu berkisar Rp 2,091 juta hingga Rp 49,33 juta per bulan.
Rama mengatakan, penetapan anggarannya sendiri masih tergantung pada pemerintah. Jika pegawai di seluruh departemen akan diberi remunerasi yang sama, pemerintah harus berkomitmen meningkatkan pendapatan negara. Itu perlu ditekankan karena sumber pembiayaan remunerasi itu antara lain dari penerimaan perpajakan.
Rama menyebutkan, Depkeu sudah mengajukan anggaran remunerasi untuk pegawainya, pegawai BPK, dan MA pada 2008 sebesar Rp 5,2 triliun. Pada awalnya, sebesar Rp 3 triliun akan ditutup dari rekening 69 dan sisanya, Rp 2,2 triliun, dari realokasi atau pemotongan anggaran di beberapa unit di Depkeu. Namun, belakangan disetujui, seluruh kebutuhan TKPKN 2008 tersebut diambil dari rekening 69.
Anggota Komisi XI yang menjadi mitra kerja Depkeu dalam pembahasan anggaran, Dradjad H Wibowo, menegaskan, perlakuan istimewa bagi Depkeu, MA, dan BPK merusak rasa keadilan departemen lain. Jika pemerintah tak sanggup memberi renumerasi bagi seluruh departemen, seharusnya tidak ada remunerasi untuk ketiga lembaga itu.
"Selain itu, rekening 69 seharusnya digunakan untuk kondisi darurat, dan biasanya dipatok harus selalu tersedia sekitar Rp 17 triliun per tahunnya," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, remunerasi hanya sebagian kecil dari proses reformasi birokrasi yang diharapkan mendongkrak kinerja pegawai. Jika terjadi pelanggaran pegawai, sanksi tegas pun berlaku. (OIN)

=======

No comments: