Wednesday, May 28, 2008

Masih Perlukan Menko Perekonomian?

Sebuah editorial lawas dari Media Indonesia yang mungkin dapat memberikan gambaran yang cukup tepat tentang status Kantor Menko Perekonomian menjelang berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu. Ada benarnya untuk tidak mengisi jabatan Menko dengan pejabat lama dari kabinet eksisting yang belum berhasil teruji kinerjanya selama menjabat.

Sayang sekali memang kekosongan Menko harus terjadi justru di saat kinerja Pak Budiono justru sedang menunjukan hasil yang cukup baik dalam mengkoordinasikan departemen terkait dan lembaga kementerian lainnya. Sulit dibayangkan jika ada beberapa isu lintas sektor atau wilayah yang harus dikoordinasikan oleh salah seorang menteri yang memang harus mencarikan jalan keluar atau solusi yang tiidak mudah. Beberapa kasus memang menunjukkan gejala demikian.

Namun tidak ada salahnya semua usaha dicoba dan kita doakan saja semua bisa berjalan baik dibawah komando SBY-JK yang tinggal dalam hitungan bulan saja.

Semoga.

===
Jumat, 16 Mei 2008 00:05 WIB

Masih Perlukah Menko Perekonomian?

SETELAH Boediono resmi menjabat Gubernur Bank Indonesia, mulai besok, ada kekosongan jabatan di kursi Menko Perekonomian yang ditinggalkan Boediono.
Kekosongan itu telah memunculkan spekulasi bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera akan mengangkat pejabat pengganti Boediono dan melakukan perombakan kabinet secara terbatas.
Bila benar itu yang terjadi, sesungguhnya tidak kondusif. Karena menentang arus pemikiran yang telah berkembang dalam masyarakat. Bahwa mengisi jabatan Menko Perekonomian saat usia Kabinet Indonesia Bersatu tinggal satu tahun adalah sebuah langkah yang tidak perlu, tidak urgen, dan pemborosan.
Adalah sepenuhnya hak prerogatif presiden untuk memilih, menentukan, atau mengganti para menteri di kabinet. Namun, pemenuhan hak prerogatif tersebut sejatinya tidak pernah terlepas dari asas kepatutan dan kepantasan.
Menunjuk Menko Perekonomian baru yang hanya akan menjabat satu tahun akan mengundang jauh lebih banyak pertanyaan daripada dukungan. Apalagi sudah diketahui masyarakat luas melalui pemberitaan di media massa bahwa Boediono telah menyelesaikan seluruh tugas dan target yang dibebankan kepadanya sebagai Menko Perekonomian hingga 2009.
Artinya, tidak ada lagi pekerjaan tersisa bagi Menko Perekonomian yang baru. Ini kata lain dari tidak perlu ada pengganti Boediono di kursi Menko Perekonomian. Tinggal memfungsikan dengan benar menteri-menteri terkait.
Selain itu, sudah banyak pula argumen dikemukakan, betapa fungsi koordinator tidaklah teramat penting selama menteri-menteri di lingkungan ekuin berfungsi baik. Mengosongkan kursi Menko Perekonomian akan membawa jauh lebih banyak manfaat daripada mudarat.
Ia akan menghemat biaya cukup besar dan mengurangi hiruk pikuk politik yang tidak perlu menjelang Pemilu 2009. Bila koordinasi diperlukan, bukankah presiden dan wakil presiden secara berkala dan terjadwal melakukan koordinasi langsung dengan para menteri? Bukankah fungsi koordinasi itu melekat dalam diri presiden dan wakil presiden?
Dengan demikian, sungguh tidak beralasan kuat bila Presiden Yudhoyono bersikeras mengisi jabatan Menko Perekonomian yang ditinggalkan Boediono dengan pejabat baru.
Yang jauh lebih terlihat bila keputusan itu diambil adalah kehendak untuk melampiaskan libido kekuasaan, nafsu menjabat, dan hasrat memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, tanpa menghiraukan krisis, keprihatinan, dan penderitaan yang tengah dihadapi sebagian besar warga masyarakat. Yang lebih tidak terpuji lagi adalah bila ada orang yang mau menerima jabatan itu.
Presiden Yudhoyono sekali lagi ditantang untuk menunjukkan level sensitivitasnya terhadap krisis. Ia tidak perlu mengisi jabatan Menko Perekonomian yang ditinggalkan Boediono. Apalagi, seperti yang santer disebut, ia akan menempatkan Purnomo Yusgiantoro dalam jabatan yang tidak ada urgensinya itu. Bila itu terjadi, SBY melakukan kekeliruan ganda. Mengisi jabatan menko yang sudah tidak mendesak dan menempatkan pejabat yang gagal. Mengurus satu departemen saja tidak becus, apalagi banyak departemen.


No comments: