Monday, May 19, 2008

Sektor energi direformasi

Boleh-boleh saja mereformasi sektor energi, dan memang harus segera dilakukan. Tapi pengumuman ini janganlah dijadikan alasan pendukung untuk menaikkan harga BBM. Seperti biasa, jika ada permasalahan yang mendesak Dep ESDM selalu pintar berkelit, kemudian rencana mereka disetujui dan reformasinya atau syaratnya tadi tidaklah harus dikerjakan.

Masih ingat waktu ribut-ribut mau membangun pipa gas Kalimantan-Jawa yang sekarang akhirnya juga gak jelas. DUlu katanya akan menunggu hasil perhitungan neraca gas terbaru, persis seperti sekarang.

Deja Vu kata orang sono.

Sekali lagi, saya gak yakin dan memang sudah menjadi kebiasaan mereka untuk berkelit.

Semoga saya keliru.

ES


Bisnis.Com - Bisnis Indonesia Online: Referensi Bisnis Terpercaya » Edisi Cetak » Edisi Harian » Sektor energi direformasi

Bisnis 19 Mei 2008

Sektor energi direformasi

JAKARTA: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan sedikitnya enam blue print (cetak biru) di bidang energi dan kelistrikan, selain sejumlah revisi peraturan menteri di bidang migas dan hulu migas.

Draf paket kebijakan ekonomi lanjutan yang segera diterbitkan pemerintah mengungkapkan cetak biru dan revisi kebijakan itu selesai pada akhir Desember 2008. Laporan itu menyebutkan reformasi kebijakan produksi sektor migas dan pertambangan menjadi prioritas fokus program pemerintah 2008-2009.

Kebijakan itu mulai dari penyederhanaan prosedur iklim usaha di sektor kelistrikan, diversifikasi, dan konversi energi hingga perbaikan tata kelola di sektor migas dan pertambangan (lihat tabel).

Sumber Bisnis mengungkapkan kebijakan di bidang infrastruktur kelistrikan dan energi merupakan program prioritas yang ditargetkan selesai sesuai jadwal.

"Pemerintah tidak akan memundurkan jadwal realisasi program di bidang infrastruktur kelistrikan dan energi. Itu akan dilakukan, kendati ada efisiensi dalam APBN-P 2008," ujarnya.

Menurut sumber tadi, seluruh fokus program pemerintah 2008-2009 dalam draf paket ekonomi lanjutan itu sudah disepakati oleh semua menteri dan pejabat terkait dalam rapat terakhir yang dipimpin Menko Perekonomian Boediono. Draf paket ekonomi lanjutan itu sudah diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Saat dikonfirmasi, Deputi Kemeneg PPN/Bappenas Bidang Sarana dan Prasarana Dedy S. Priatna menjelaskan fokus kebijakan ekonomi 2008-2009 itu akan dikukuhkan melalui instruksi presiden (Inpres).

Fokus kebijakan itu, lanjutnya, juga meliputi investasi untuk bidang pertambangan dan energi. "Kini [draf Inpres] sudah berada di Sekretariat Kabinet untuk disahkan."

Dedy menjelaskan fokus investasi di bidang pertambangan dan energi juga terkait dengan bidang lain. Dia memberi contoh kebijakan revisi Perpres No. 67/2005 tentang Kemitraan antara Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) dalam membangun infrastruktur.

Sejak Perpres itu ditebitkan, belum ada investasi dengan skema PPP baru di Indonesia, meskipun dari sisi persaingan usaha Perpres No. 67/2005 sangat ideal. "Revisi Perpres [No. 67 /2005] ditargetkan selesai Desember 2008."

Dedy menerangkan fokus ekonomi 2008-2009 juga menyinggung persoalan harga jual listrik. Saat ini, lanjutnya,� margin perusahaan listrik hilir, seperti PT PLN dengan produsen bahan baku energi, sangat kecil. Itu terjadi karena adanya batasan harga pada produk akhir.�

Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso menolak berkomentar karena mengaku belum mengetahui isi paket reformasi tersebut.

"Kebijakan itu dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian. Saya tidak tahu isinya apa saja, sehingga saya tidak bisa mengomentari sesuatu yang belum saya ketahui."

Pembangkit listrik

Dirjen Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi, Departemen ESDM, Simon Felix Sembiring, menyatakan rumusan cetak biru penyediaan batu bara untuk program percepatan pembangkit 10.000 MW sudah disusun. Rumusan itu dibuat oleh Tim Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW yang diketuai Yogo Pratomo. "Cetak biru tersebut berisi jaminan pasokan batu bara."

Soal penetapan harga, Simon menilai hal itu bergantung pada kebijakan Menteri Keuangan. "Tetapi kalau harganya membubung tinggi,� pemerintah terpaksa harus ikut campur tangan."

Namun, peneliti dari Institut Teknologi Bandung Widjajono Partowidagdo menilai pemerintah harus tegas menetapkan harga bahan baku energi alternatif, setidaknya untuk mencapai target penyediaan listrik di perdesaan.

Dia memberi contoh sampai saat ini tidak ada petani yang bersedia membudidayakan tanaman jarak, padahal pemerintah sudah meluncurkan pengembangan bahan bakar nabati. Keengganan itu karena tidak ada kepastian harga jual produksi petani.

Situasi serupa juga terjadi pada pengembangan teknologi panas bumi, sehingga tidak ada investor yang tertarik mengembangkan pembangkit listrik bertenaga panas bumi di Indonesia. (rudi.ariffianto@bisnis.co.id/erna.girsang@bisnis.co.id/neneng.herbawati@bisnis.co.id)

Oleh Rudi Ariffianto, Erna S.U. Girsang & Neneng Herbawati
Bisnis Indonesia

No comments: