Tuesday, April 15, 2008

Hati-hati dengan Klasifikasi Pelanggan Gas

Harian Media (14/4 hal 15) mengangkat isu tentang rencana penyusunan formula harga gas yang dikaitkan dengan usulan klasifikasi pelanggan gas. PT. PGN (tbk.) mengajukan pengelompokan sbb: (1) rumah tangga dan UMK; (2) industri khusus; (3) rumah sakit dan kantor; (4) hotel dan restoran; (5) industri manufaktur; dan (6) pembangkit listrik. Masing2 dengan kriteria tertentu terkait besarnya volume pemakaian dan besarnya usaha.

Tidak terlalu jelas kemana arah yang akan dituju. Namun satu yang pasti, pasokan gas bumi dengan pipa untuk pelanggan tidak mengalami jumlah yang berarti. Mengapa harus mengelompokkan demikian banyak? Lalu untuk transportasi masuk kemana?

Biasanya semakin banyak klasifikasi akan makin rumit tata cara penentuan harganya (pricing), hal mana yang semakin dihindari oleh perusahaan besar karena akan menyulitkan dalam billing dan penagihan pembayaran.

Kelihatannya PGN lebih serius mengurus birokrasi dan tata cara penyaluran gas ketimbang memperbesar jaringan distribusi untuk kelas menengah kebawah, segmen bisnis yang dari dulu memang agak "dihindari" PGN karena tidak terlalu profitable dan lucrative. Kalau sudah begini, akhirnya yang menikmati pasokan gas dengan harga rata-rata dibawah keekoniomiannya justru kelompok berpunya seperti rumah-rumah di kawasan Menteng, apartemen, rumah susun dan kawasan lain yang sudah dilalui pipa distribusi. Lalu bagaimana nasib ibu-ibu di pinggiran jabodetabek yang harus tunggang langgang setiap bulan mengamankan ketersediaan tabung gas di rumahnya. Sementara untuk balik ke minyak tanah atau sekedar menyediakan kompor minyak tanah juga sudah nyaris tidak mungkin karena minyak tanah justru menghilang atau tersedia dengan harga melebihi bensin pertamax.

Sebenarnya Bank DUnia sudah pernah memberikan pinjaman lunak kepada PGN tahun 2004 untuk memperluas jaringan distribusi di bebebrapa kota di Indonesia yang direncanakan akan diteruskan PGn dengan dana sendiri untuk kota-kota lain. Tapi tidak jelas kedengaran tindak lanjutnya. Padahal PGN sudah dalam status tbk.

Kesimpulannya, pemerintah mungkin perlu memikirkan pembentukan anak perusahaan PGN atau perusahaan baru yang mengurusi distribusi gas untuk rumah tangga dan UMKM yang tidak terlalu high profit, tapi bisa sustain. Kalau tidak, masalah distribusi gas rumah tangga akan abadi dan terus membikin kita "sport jantung" ketika membaca berita terkait dengan kelangkaan pasokan tabung gas, kelangkaan pasokan gas, ataupun ketika mendengar harga minyak makin tinggi. Karena dalam prakteknya, harga gas juga di peg terhadap harga minyak di pasaran.

Semoga distribusi gas di negeri penghasil gas ini bisa dipikirkan dari sekarang, guna mengantisipsinya di masa datang. Bukan hanya kalut dan kalap ketika "bencana" itu akhirnya tiba.

AMin.

No comments: