Thursday, April 17, 2008

Pelan-Pelan Kemunafikan Kita mulai tersingkap

Kemunafikan kita sebagai bangsa Indonesia, terutama di lingkungan birokrat akan mulai tersingkap. Pelan namun pasti. Terakhir adalah mengenai rumah dinas. Memang harus diakui, tidak adanya sistem remunerasi yang jelas di lingkungan PNS termasuk TNI dan Polri selama berpuluh-puluh tahun telah menggiring setiap birokrat, terutama pejabat, menjadi sangat kreatif. Sayangnya kreatifitas yang beragam tersebut, mulai dari yang apa adanya, sedikit canggih, hingga ke tingkat sangat advanced dan master, tidak pernah kunjung dibereskan.

BErbagai departemen dan LPND memiliki cara-cara tersendiri untuk mensejahterakan pegawainya. Banyak pelajaran sudah bisa diambil. Ada yang menggunakan cara-cara elegan dengan memanfaatkan sebagian dana yang diterima kantornya dalam pengurusan izin sebagai salah satu sumber dana. Ada yang setengah resmi berkongkalingkong dengan pengelola anggaran, sehingga bisa mengalirkan sebagian dana PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) untuk tambahan membeli mobil setengah dinas, atau menambah uang saku pegawai yang dinas belajar ke luar negeri atau dalam negeri sekalipun. Praktek2 ini dulu menciptakan berbagai kesenjangan antara PNS yang menuntut pelajaran di luar negeri. Mahasiswa dari Departemen yang biasa-biasa saja, rata-rata tidak menerima tambahan. Dari BI dan Pertamina atau BUMN besar lainnya akan menikmati fasilitas aduhai. Atau yang berasal dari instansi lain yang memiliki sistem kesejahteraan lebih baik, maka akan menikmati tambahan berkala. SUmbernya bermacam-macam.

Kembali ke rumah dinas, ya terpaksa memakai lagi istilah "the tips of the Iceberg" yang terkenal itu. Ya..itu hanyalah sebagian masalah. DI samping rumah, akan menunggu mobil dinas, komputer dinas (yang dulu coba diluruskan DPR dengan anggaran resmi mau membeli laptop, tapi justru ditolak masyarakat luas), dan barang-barang dinas lainnya.

RUmah dinas jelas lebih rumit masalahnya, tetapi koruptor dan perekayasanya yang sedang berkuasa akan mampu mencari jalan keluar, yang pada waktu itu akan terasa nalar. Namun tetap saja jika dilihat dari kaca mata keadilan sekarang, jelas suatu hal yang keliru. Ada rumah dinas yang dibiarkan terlantar karena menjadi kasus, sementara pegawai atau pejabat yang membutuhkan harus pontang panting mencari perumahan sementara. Ada rumah dinas dan tanahnya yangdisulap menjadi aset golongan tertentu sehingga bisa dialihkepemilikan. COntoh yang disorot dari mantan Menteri PU, hanyalah satu dua kasus. Yang lain pasti dengan mudah diungkap. Masalahnya, apakah kita memang ingin menyelesaikan dengan tuntas dan jelas yang merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan sederhana, atau kita hanya memilah-milah "korban", lalu pelajaran apayang mau diambil?

KKN dan kemunafikan hanyalah berbeda ruangan di dalam suatu bangunan. Kadang kita masuk ke kamar KKN, keluar, lalu masuk lagi kekamar lain yang nalar, dihari lain masuk lagi ke kamar kemunafikan. Begitulah kita di Indonesia. Jadi jangan heran kalau anda, saya dan siapa saja yang pernah atau sedang menjabat akan terkaget karena harus berurusan dengan masalah serupa.

Siap-siap saja, selagi gaji PNS masih disamakan bahkan kalah dengan subsidi sapi yang diterima peternak dan petani di Eropa atau Jepang. Tak terkecuali pegawai Depkeu yang telah menerima remunerasi setara direksi BUMN sekalipun. Namun bahayanya, jika isu yang berkaitan dengan kesejahteraan PNS terus diungkit tanpa arah yang benar, maka hal ini bisa memicu mandeknya roda birokrasi yang ujung2nya akan menyusahkan rakyat dan berantakannya negara kita. Jadi jika hal ini mau dibereskan, haruslah hati-hati dan bijak. Ibarat "menarik rambut atau benang dalam tepung". Yang satu tidak boleh putus, yang lain dijaga agar tidak berantakan. Semoga kita bisa!

Wassalam


KOMPAS Cetak Tentang RUmah Dinas

No comments: